DISKINESIA TARDIF

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Hasilnya, terdapat realita baru versi orang psikosis tersebut. Psikosis adalah suatu kumpulan gejala atau sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi gejala tersebut bukan merupakan gejala spesifik penyakit tersebut, seperti yang tercantum dalam kriteria diagnostik DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) maupun ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases) atau menggunakan kriteria diagnostik PPDGJ- III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa)
Arti psikosis sebenarnya masih bersifat sempit dan bias yang berarti waham dan halusinasi, selain itu juga ditemukan gejala lain termasuk di antaranya pembicaraan dan tingkah laku yang kacau, dan gangguan daya nilai realitas yang berat. Oleh karena itu psikosis dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala/terdapatnya gangguan fungsi mental, respon perasaan, daya nilai realitas, komunikasi dan hubungan antara individu dengan lingkungannya.
Penatalaksanaan psikosis yang umumnya digunakan ialah antipsikotik. Penemuan obat antipsikotik pertama yang potent yaitu klorpromazin. Efek obat tersebut secara dramatis mengubah tatalaksana skizofrenia seperti kesulitan menghargai sejauh ini kegagalan obat dalam tatalaksana pasien di bangsal psikiatri. Selama beberapa tahun berbagai penelitian membuktikan bahwa klorpromazin efektif dalam mengatasi gejala skizofrenia seperti waham, halusinasi, gangguan isi pikir, manik, withdrawal, retardasi, kemarahan, dan gangguan perilaku.
Pada tahap awal terapi, beberapa pasien merasakan pseudoparkinson dan distonia. Tidak ada efek samping tersebut yang berbahaya, dan sekitar setengah pasien tidak mengalaminya. Distonia, pseudoparkinson, dan akathisia secara umum dapat dikurangi dengan menambahkan obat antiparkinson atau dengan mengurangi dosis. Efek ini penting untuk dicatat dan efek sedasi umumnya hilang dalam beberapa minggu. 3
Beberapa efek samping lain seperti konstipasi, pandangan kabur, merah pada kulit kejadiannya rendah. Agranulositosis sangat jarang dan terjadi terutama pada usia tua dan minggu pertama terapi. Leukopeni lebih sering. Kuning jarang sekitar 1 dari 300-400 pengguna klorpromazin dan ringan. Pembengkakan payudara terjadi pada beberapa pasien. Impotensi sering terjadi pada pria pengguna mellaril dan terkadang dengan obat lain. 3
Efek samping terburuk adalah tardive dyskinesia yaitu gerakan abnormal yang lambat, biasanya bermanifestasi sebagai gerakan mengunyah, terkadang protusi lidah, mengecapkan bibir, gerakan choreiformis minor dari jari dan jempol dan kadang juga pada ekstremitas besar dan badan. Hampir 50% pasien yang menggunakan dalam jangka panjang mengalami gejala ini namun ringan. Jarang pada penggunaan kurang dari 3 bulan. Kondisi ini cenderung menghilang dalam beberapa bulan atau tahun setelah menghentikan obat. Sayangnya tidak ada cara menghindari kondisi ini sambil terapi skizofrenia.
Oleh karena efek samping yang ditimbulkan dari obat antipsikotik yang terburuk yakni diskinesia tardif, maka penulis tertarik menyajikan makalah yang membahas tentang diskinesia tardif baik dari penyebab sampai pada penatalaksanaannya.

II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Terminologi dari diskinesia tardif mulai diperkenalkan pada tahun 1964. diskinesia ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek dari pemakain obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan repetitif dan tidak disadari yang merupakan manifestasi dari efek samping pemakaian jangka panjang atau pemakaian dengan dosis tinggi dari antagonis dopaminergik seperti obat-obat antipsikotik.4
Antagonis dopamin jenis lain yang juga dapat menyebabkan diskinesia tardif adalah obat untuk gangguan gastrointestinal seperti metoclopropamid. Walaupun sudah ada obat antipsikotik atipikal seperti olanzapin dan risperidon untuk mengurangi efek distonia, hanya clozapin yang dapat menurunkan resiko diskinesia tardif dibandingkan dengan obat antipsikotik lainnya.
B. Gambaran klinis
Gambaran klinis diskinesia tardif yakni repetitif, involunter dan gerakan yang tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, protusi lidah, bergetar, melipat dan mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat. Pergerakan cepat dari ekstremitras dan jari-jari juga muncul pada beberapa penderita. Hal yang membedakannya dengan parkonson disease ialah pergerakan dari ekstremitasnya. Pada parkinson disease, pasien kesulitan untuk bergerak tetapi pada pasien diskinesia tardif tidak ada kesulitan untuk bergerak5
Kelainan neurologis dapat juga berhubungan dengan diskinesia tardif yakni distonia tardif, akathisia tardif, tourittism tardif dan myoklonus tardif. Distonia tardif sama dengan distonia namun permanen. Akathisia tardif ialah perasaan nyeri dari tekanan di dalam dan kecemasan untuk menggerakkan tubuh. Tourettism tardif adalah kelainan tic. Myoklonus tardif adalah sentakan singkat yang jarang terjadi muncul pada otot muka leher, badan dan ekstremitas
C. Etiologi
Meskipun kelainan diskinesia tardif sudah ada 50 tahun yang lalu, etiologinya kurang dapat dimengerti karena penelitian mengenai efek samping obat antipsikotik terbatas. Penyebab diskinesia tardif muncul karena kelainan proses yang terjadi pada neurotransmitter dopamin. Diskinesia tardif terjadi karena neuroleptik yang diinduksi oleh supersensitifitas dopamin pada jaras nigrostriatal terutama pada reseptor D2. hipersensitivitas reseptor D2 sangat berhubungan dengan dosis-respon obat dan efek withdrawl.
Pemberian dosis yang sama pada individu akan menghasilkan efek yang berlainan dalam memberikan manifestasi diskinesia tardif. Bebrapa individu berbeda bisa karena polimorfik genetiknya yang mengkode afinitas ikatan reseptornya. Penurunan fungsi kognitif yang berhubungan dengan umur, retardasi mental, penggunaan alkohol dan obat-obatan atau cedera kepala juga meningkatkan resiko diskinesia tardif pada penderita yang sedang pengobatan antipsikotik.
Sejak tahun 1973 penggunaan obat antipsikotik berhubungan dengan kejadian diskinesia tardif (Crane, 1973). Sejak beberapa gejala diskinesia tardif muncul pada penderita schizofrenia, dokter mulai menambahkan pengobatan antiparkinson dalam pengobatannya. Pada penggunaan antipsikotik dalam jangka waktu yang lama berhubungan erat dengan adanya kejadian kemunduran kognitif dan atrofi otak.
Obat-obat neuroleptik yang dapat menyebabkan diskinesia tardif
1.Thorazine (Chlorpromazine)
2.Clozaril (Clozapine) (may also treat the condition)
3.Haldol (Haloperidol)
4.Seroquel (Quetiapine)
5.Loxitane / Loxapac (Loxapine)
6.Mellaril (Thioridazine)
7.Navane (Thiothixine)
8.Prolixin / Modecate (Fluphenazine)
9.Piportil (Pipotiazine)
10.Trilafon (Perphenazine)
11.Orap (Pimozide)
12.Stelazine (Trifluoperazine)
13.Risperdal (Risperidone)
14.Serentil (Mesoridazine)
15.Zyprexa (Olanzapine)

Beberapa obat non neuroleptik yang dapat menyebabkan diskinesia tardif
1.Prozac (Fluoxetine)
2.Zoloft (Sertraline)
3.Nardil (Phenelzine)
4.Elavil (Amitriptyline)
5.Asendin (Amoxapine)
6.Sinequan (Doxepine)
7.Tofranil (Imipramine)
8.Lithium
9.Cocaine and other street drugs

D. Epidemiologi
Diskinesia tardif banyak terdapat pada pasien psikotik yang sedang dalam terapi obat antipsikotik dalam jangka waktu yang lama. Hasil penelitian melaporkan bahwa pada tahun pertama penggunaan antipsikotik, 18,5% terdapat gejala-gejala diskinesia tardif pada penderita yang berusia muda. Akan tetapi pada penderita yang berusia lebih dari 55 tahun, angka kejadian diskinesia tardif menjadi meningkat sampai 31%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Yale University School of Medicine melaporkan bahwa 32% pasien memiliki gejala tic persisten setelah 5 tahun penggunaan antipsikotik, 57% pada penggunaan 15 tahun, 68% pada penggunaan 25 tahun. Selain itu pula ada penelitian yang melaporkan bahwa pada penggunaan obat neuroleptik 5% pasien memiliki gejala diskinesia tardif dalam 1 tahun, 10% setelah 2 tahun, 15% setelah 3 tahun. Angka kejadian diskinesia tardif tergantung dari jenis obat yang digunakan dalam terapi psikotik, umur penderita dan lama penggunaannya.7
Pasien usia tua dan perempuan lebih sering menderita diskinesia tardif. Perokok juga memilki resiko tinggi angka kejadian diskinesia tardif. Anak-anak dan remaja lebih sensitif dari efek samping ekstrapiramidal dari pemberian obat-obat neuroleptik. Oleh karena itu pengobatan usia muda dengan neuroleptik merupakan hal yang kontraindikasi. 8
Diskinesia tardif dapat menyebabkan disabilitas sosial sehingga penderita dapat mengisolasi dirinya sendiri. Hal ini disebabkan oleh adanya stigma dari masyarakat mengenai keadaannya tersebut. Pasien dan keluarganya harus menerima informasi penuh tentang pemberian obat antipsikotik (informed consent). Manfaatnya dapat dirasakan oleh pasien, keluarga dan dokter. Clozaril merupakan obat yang sedikit menimbulkan efek samping diskinesia tardif akan tetapi dapat menyebabkan diskrasia darah. 10
E. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Pencegahan primer pada diskinesia tardif ialah menggunakan dosis yang rendah namun efektif dalam penggunaan obat antipsikotik serta durasi penggunaannya dianjurkan dalam waktu yang pendek. Dosis pemeliharaan dianjurkan dalam dosis yang kecil namun menimbulkan efek optimal. Tapering off pada penggunaan obat antipsikotik juga harus diperhatikan karena akan menimbulkan diskinesia tardif yang persisten. 5
2. Pengobatan
Tetrabenazine dapat digunakan untuk mengobati diskinesia tardif dan kelainan pergerakan tubuh, cannabis bisa juga digunakan untuk mengurangi gejala diskinesia tardif. Zofran dapat bermanfaat juga untuk penderita diskinesia tardif. Obat-obat antiparkinson seperti Aricept, Baclofen, Requip, Mirapex dan klonidin digunakan untuk spasme distonia.8

3. Penggunaan vitamin B6
Dalam sebuah penelitian terhadap penggunaan vitamin B6 dosis tinggi 1200 mg sekali sehari ternyata terbukti efektif dan aman dalam mengobati efek samping yang terjadi akibat pemakaian obat antipsikotik yang dialami oleh pasien skizofrenia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Vladimir Lerner dari Universitas Ben Gurion di Be’er-Sheva ini telah dimuat dalam Journal of Clinical Psychiatry 2007. 7
Potensi penggunaan vitamin B6 yang digunakan untuk mengobati tardive diskinesia dirasakan oleh penelitinya dapat memberikan arti penting untuk mengatasi efek samping penggunaan antipsikotik, yang banyak ditemukan dalam praktek sehari-hari. Penelitian dengan metode acak buta ganda ini mencoba memberikan secara acak antara vitamin B6 atau plasebo selama 12 minggu. 7
Selanjutnya setelah pengobatan diikuti dengan periode “washout” selama 2 minggu dan kemudian dilakukan pengalihan dengan terapi yang lain selama 12 minggu. Penilaian hasil penelitian dilakukan dengan melihat nilai dari skala Extra-pyramidal Symptom Rating Scale (ESRS) dari saat baseline dan di akhir penelitian. Dari hasil penilaian pada saat baseline sebelum diterapi dengan vitamin atau plasebo, skala yang didapat adalah 4,3 dan 4,1. 7
Setelah dilakukan pencatatan ternyata nilai dari skala menurun hingga 2,4 poin dengan menggunakan vitamin B6 jika dibandingkan dengan plasebo hanya 0,2 saja dan kemaknaan penelitian ini sangat baik (p < 0.0001). Nilai tengah dari penilaian skor subskala parkinsonisme dari 28,3 menjadi 9.8 dimana selisih poinnya adalah 18,5 poin dengan diberikannya vitamin B6 dibandingkan dengan penurunan dari 26,8 menjadi 25,4 selisihnya hanya 1, 4 poin saja dengan plasebo (p < 0.00001). Skor dari subskala tardive diskinesia yang didapatkan adalah 9,9 menjadi 4, 7 selisihnya adalah 5,2 poin untuk pemberian vitamin B6 dan justru bertambah 0,8 dari 6,6 menjadi 7,4 untuk plasebo (p < 0.0001). 7
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin B6 hingga 1200 mg perhari dapat ditoleransi oleh pasien, dan dapat dicatat sebagai terapi yang dapat dipakai untuk mengoreksi terjadinya efek samping. Observasi klinis dari penelitian yang lamanya sekitar 3 tahun follow up ini tidak ditemukan adanya efek samping lain dan pasien masih tetep menggunakan vitamin B6 untuk melihat dosis yang lazim digunakan, tetapi hasil penelitian masih belum diketahui. Sebelum penelitian tersebut dilakukan, pada tahun 1999 penelitian pernah terhadap pemakaian vitamin B6 juga pernah dilakukan sebagai penelitian awal, dimana dosis vitamin B6 adalah 100 mg perhari yang ditambahkan dalam pengobatan pasien. 7
Pasien yang diberikan vitamin B6 ini jumlah yang diamati sangat kecil yaitu 5 pasien saja yang menderita tardive. Penelitian secara open label ini lamanya hanya 4 minggu. Beratnya gerakan involunter diamati dengan skala AIMS (the Abnormal Involuntary Movement Scale), Skala BARS (Barnes Akathisia Rating Scale) dan Skala SAS (Simpson-Angus Scale). 7
Disamping itu skala BPRS (the Brief Psychiatric Rating Scale) juga dinilai (BPRS). Dengan penambahan vitamin B6 terhadap 4 pasien ternyata secara klinis dapat mengalami perubahan gerakan secara bermakna lebih dari 30% perbaikan dari skala pengukuran, bahkan juga untuk gejala positif dan negatif yang diamati dari skala BPRS. Tidak ada satupun pasien yang mengalami efek samping. 7
4. Penggunaan asam amino rantai cabang

Asam amino rantai cabang mempengaruhi fungsi otak cukup luas melalui transport asam amino yang netral pada sawar darah otak. Transpor telah digunakan bersama oleh beberapa asam amino netral, termasuk asam amino rantai cabang dan asam amino aromatic secara kompetitif. Konsekuensinya ketika konsentrasi asam amino meningkat, ketika makanan mulai ditelan atau digunakan asam amino rantai cabang atau dengan penggunaan beberapa penyakit metabolik seperti diabetes yang tidak terkontrol, asam amino rantai cabang di otal meningkan dan asam amino aromatik menurun. 5

Efek tersebut bisa terlihat pada keadaan akut dan kronik, penurunan asam amino aromatik telah memberikan sebuah konsekuensi fungsional dan biokimiawi, yang mana akan menurunkan lepasnya neurotransmitter yang berasal dari asam amino aromatic, seperti serotonin yang berasal dari triptofan dan katekolamin dari tirosin dan fenilalanin, yang eken memberikan perubahan neurokimiawi termasuk perubahan hormon, tekanan darah dan fungsi afektif. 5

Penggunaan antipsikotik jangka panjang kemungkinan akan mengakibatkan terjadinya tardive diskinesia, dan dirancanglah sebuah penelitian yang menggunakan pasien dengan tardive diskinesia yang diacak dan diberikan asam amino rantai cabang dibandingkan dengan plasebo. Terapi diberikan selama 7 hari seminggu selama 3 minggu, seharinya diberikan 3 kali sehari pada pasien yang menderita tardive, hingga dinilai adalah penggunaan asam amino bisa memberikan perbaikan gerakan pada pasien tersebut. 5

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pemberian asam amino rantai cabang dengan dosis yang tinggi yaitu 222 mg/kg BB sebanyak 3 kali sehari pada 18 pasien dah dibandingkan dengan yang diberikan placebo juga 18 pasien dan dinilai ada dan tdaknya perubahan gejala dari saat baseline hingga periode akhir penelitan yaitu 3 minggu. 5

Secara bermakna menunjukkan adanya perbedaan pada 2 kelompok yaitu pada penurunan gejala tardive pada 2 kelompok yaitu 30% dan 60% dari penurunan gejala tardivenya.Tidak ada perbedaan dari pemeriksaan fisik dan test laboratorium skrining. Terdapat gejala gastrointestinal minimal selama penelitian berlangsung. Penurunan gejala tardive pada pemberian asam amino tidak dihubungkan dengan penggunaan antipsikotik dan kadar glukosa dalam plasma. 5

Respon mekanisme penurunan sintesis neurotransmitter monoamine mendapatkan bukti bahwa adanya korelasi yang positif antara penurunan gejala tardive dengan penurunan konsentrasi kadar asam amino aromatik pada plasma. Asam amino rantai cabang dianggap aman sebagai terapi tardive diskinesia dan potensial dalam memperbaiki klinis pasien. 5

III. KESIMPULAN
1.Diskinesia tardif merupakan gerakan repetitif dan tidak disadari yang merupakan manifestasi dari efek samping pemakaian jangka panjang atau pemakaian dengan dosis tinggi dari antagonis dopaminergik seperti obat-obat antipsikotik.
2.Gambaran klinis diskinesia tardif yakni repetitif, involunter dan gerakan yang tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, lidah menjulur keluar, bergetar, melipat dan mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat.
3.Etiologi dari gangguan ini masih belum dimengerti secara jelas namun berhubungan dengan reseptor D2 di jaras nifgrostriatal pada ganglia basalis
4.Epidemiologi dari gangguan ini banyak terdapat pada penderita psikosis yang mendapatkan terapi jangka panjang atau dalam dosis yang besar pemakaian antipsikotik terutama antipsikotik tipikal
5.Penatalaksanaan dari gangguan ini yakni dengan pencegahan primer yakni meminimalisir penggunaan antipsikotik dalam jangka waktu yang lama dan dalam dosis yang tinggi serta pemberian obat seperti tetrabenazine, asam amino rantai cabang dan vitamin B6 dosis tinggi.






DAFTAR PUSTAKA
1.Mauludin Ridwan. 2008. Psikotik www.medifarma.com. Diakses tanggal 19 Mei 2009
2.Kimberly and Purce. 2007. Tardive Diskinesia. www.medscape.com. Diakses tanggal 19 Mei 2009
3.Craig & Stitzel; Modern Pharmacology (6th ed) pp. 401.
4.Hoerger, M. (2007). The primacy of neuroleptic-induced D2 receptor hypersensitivity in tardive dyskinesia. Psychiatry Online, 13(12), 18-26.
5.Breggin, P. R. (1990) Brain damage, dementia and persistent cognitive dysfunction associated with neuroleptic drugs. Evidence, etiology, implications. Journal of Mind and Behavior, 11, 425 64 Brain damage, dementia and persistent cognitive dysfunction associated with neuroleptic drugs. Evidence, etiology, implicationsPDF (11.3 MiB)
6.Gualtieri, C. T. and Barnhill, L. J. (1988) Tardive dyskinesia in special populations. In M. E. Wolf and A. D. Mosnaim (eds) Tardive dyskinesia. Washington DC: American Psychiatric Press.
7.Umbrich P, Soares KV (2003). "Benzodiazepines for neuroleptic-induced tardive dyskinesia". Cochrane Database Syst Rev (2): CD000205. doi:10.1002/14651858.CD000205. PMID 12804389. http://dx.doi.org/10.1002/14651858.CD000205.
8.Saltz BL, Woerner MG, Kane JM, et al (November 1991). "Prospective study of tardive dyskinesia incidence in the elderly". JAMA 266 (17): 2402–6. PMID 1681122.
9.Glenmullen, Joseph. Prozac Backlash. ©2000 by Joseph Glenmullen. Simon & Schuster, Inc. New York. page 38. Referring to W. M. Glazer, H. Morgenstern, and J. T. Doucette, "Predicting the Long-Term Risk of Tardive Dykinesia [tics] in Outpatients Maintained on Neuroleptic [major tranquilizer] Medications," Journal of Clinical Psychiatry 54 (1993): 133-139. [2]
10.Jeste D, Caligiuri M. (1993) Tardive dyskinesia. Schizophr Bull. 1993;19:303-316. PMID 8100643
11.Whitaker , Robert - Mad in America: Bad Science, Bad Medicine, and the Enduring Mistreatment of the Mentally Ill, Perseus Pub., c2002

0 comments:

Post a Comment