PERFORASI USUS HALUS

KOMPLIKASI PERFORASI USUS HALUS

PENDAHULUAN

Perforasi usus halus dapat berupa perforasi bebas atau terbatas. Perforasi bebas terjadi ketika isi usus halus keluar secara bebas kedalam rongga abdomen, menyebabkan terjadi peritonitis difuse misalnya perforasi duodenum. Perforasi terbatas terjadi peradangan akut menyebabkan perlekatan dengan organ sekitar sehingga terbentuk abses (penetrasi ulkus duodenum ke pankreas).

Pada anak-anak cedera pada usus halus dengan trauma tumpul jarang terjadi, insidensinya 1-7%. Pada orang dewasa, perforasi ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering terjadi daripada perforasi ulkus gaster. Secara keseluruhan angka kematian cukup tinggi, sekitar 20-40% dikarenakan komplikasi seperti syok septik dan kegagalan organ multiple.(4)

Diagnosa dan penatalaksanaan perforasi pada duodenum lebih sulit karena posisinya retroperitoneum. Biasanya tanda fisik dan gejala tidak mengesankan. Pemeriksaan fisik menunjukkan nyeri tekan ringan.(1)

ETIOLOGI

  1. Trauma tajam abdomen seperti pada luka tusuk oleh pisau.

Usus halus paling sering cedera pada rongga intra abdominal karena bentuknya yang melingkar di abdomen dan menempati daerah rongga peritoneal.

  1. Trauma tumpul abdomen.

Trauma berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, sindrome pemakaian sabuk pengaman.

  1. Obat-obatan seperti aspirin, non steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs), dan steroid.
  2. Adanya kondisi pencetus.

Ulkus peptikum, apendisitis akut, divertikulitis akut.

Apendisitis akut, penyebab paling sering perforasi usus halus pada pasien lanjut usia.

  1. Cedera usus halus berhubungan dengan endoskopi.
  2. Infeksi bakteri.

Infeksi bakteri seperti demam tifoid bisa menyebabkan perforasi usus halus sekitar 5%.

  1. Perforasi usus halus oleh keganasan intra abdominal.
  2. Substansi kimia.

Masuknya substansi kimia secara kebetulan atau disengaja bisa menyebabkan perforasi akut usus halus dan peritonitis.

  1. Benda asing bisa menyebabkan perforasi esophagus, lambung dan usus halus dengan infeksi intra abdominal, peritonitis, dan sepsis. (4)


PATOFISIOLOGI

PERFORASI BEBAS

Pelepasan cairan asam lambung atau duodenum ke dalam rongga peritoneal disebut fase peritonitis kimiawi. Jika kebocoran tidak ditutup maka partikel makanan ikut masuk dalam rongga peritoneal dan menjadi tempat berkembang biak bakteri disebut peritonitis bakterial. Pasien dapat bebas dari gejala untuk beberapa jam diantara peritonitis kimiawi dan peritonitis bakterial karena reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang. (3,4)

Bakteri sedikit ditemukan pada duodenum. Sedangkan pada jejunum dan ileum mengandung organisme aerobik (Escherichia coli) dan persentase tinggi organisme anaerobik (Bacteroides fragilis).

PERFORASI LOKALISATA

Adanya bakteri dalam rongga peritoneal merangsang sel inflamasi akut. Peradangan akut hebat menginduksi perlekatan dengan organ sekeliling dan omentum melokalisasir daerah inflamasi dengan membentuk phlegmon. Hipoksia yang timbul pada daerah tersebut menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob dan kelemahan aktivitas bakterisidal dari granulosit. Aktivitas fagositosis granulosit meningkat, degradasi sel, cairan di jaringan interstitial hipertonik membentuk abses, efek osmotik jaringan interstitial tinggi menyebabkan perpindahan banyak cairan ke daerah abses kemudian terjadi pembesaran abses abdominal. Jika tidak diobati bisa terjadi bakteremia, sepsis generalisata, kegagalan organ multiple dan terjadi syok. (4,5)

MANIFESTASI KLINIS

Riwayat

  1. Trauma tajam atau tumpul pada bagian abdomen
  2. Konsumsi aspirin, NSAIDs, atau steroid, sebagian terjadi pada pasien lanjut usia
  3. Riwayat pengobatan ulkus peptikum
  4. Nyeri abdomen : Onset, durasi, lokasi, karakteristik. (4)

Pemeriksaan fisik

Ø Tanda vital

Ø Pemeriksaan abdomen

  1. Inspeksi : terdapat luka eksternal/tidak, pola pernafasan pasien, pergerakan abdomen ketika bernafas, distensi abdomen dan perubahan warna (pada pasien perforasi ulkus peptikum, pasien berbaring kaku biasanya dengan fleksi pada lutut dan abdomen keras seperti papan)
  2. Palpasi : berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, serta kekakuan dinding perut. Takikardia, demam, dan kekakuan abdomen bisa dicurigai sebagai peritonitis.
  3. Perkusi : shifting dulnes untuk adanya cairan/darah dan bila ada udara bebas terdapat perubahan suara pekak hati.
  4. Auskultasi : bising usus pada peritonitis umum tidak ada.

DIFFERENSIAL DIAGNOSA

  1. Ulkus peptikum
  2. Pankreatitis akut
  3. Kolesistitis
  4. Apendisitis akut
  5. Demam tifoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Darah lengkap
  2. Kultur darah untuk organisme aerobik atau anaerobik.
  3. Pencitraan :
    1. Radiografi adalah pilihan pertama untuk membantu diagnosa perforasi usus halus. Dengan foto polos abdomen 3 posisi (tegak/setengah duduk, supine/terlentang, left lateral decubitus). Temuan yang mengarah untuk perforasi adalah :

Ø Posisi tegak/setengah duduk.

Ada udara bebas yang terjebak pada daerah subdiafragma kanan.

Ø Posisi supine/telentang

1. Bila ada cairan bebas extraluminer, dapat terlihat diantara 2 loop usus dan di daerah praperitoneal.

2. Terlihatnya garis psoas/psoas shadow :

Muncul sebagai struktur oblique memanjang dari kuadran kanan atas ke umbilikus, terutama ketika terdapat jumlah gas yang besar disalah satu sisi /kedua sisi ligamen.

Ø Posisi left lateral decubitus (LLD)

Terdapat udara bebas terutama bila jumlah udara sedikit, yang tidak terlihat pada posisi tegak.

    1. USG (Ultrasonografi)

1. Dapat diketahui lokalisasi kumpulan gas yang berhubungan dengan perforasi.

2. Dapat diketahui lokasi perforasi.

3. Selain itu bisa juga mengevaluasi hati, limpa, pankreas, ginjal, ovarium, adrenal, uterus.

c. Laparaskopi

Signifikan untuk memutuskan dilakukan operasi pada pasien dengan nyeri abdomen akut. (4)

TERAPI

  1. Bedah (Laparotomi Eksplorasi)
    1. Memperbaiki kelainan anatomi
    2. Memperbaiki penyebab peritonitis
    3. Untuk membuang benda asing pada rongga peritoneal yang dapat memungkinkan pertumbuhan bakteri seperti feses, makanan, empedu, sekresi gaster atau intestinal, darah.

  1. Medikamentosa

Untuk mengurangi infeksi setelah operasi dan pada pasien infeksi intra peritoneal dan septikemia.

    1. Metronidazole, biasanya di kombinasi dengan aminoglikosida, bisa untuk gram negatif dan anaerobik.
    2. Gentamisin, untuk gram negatif.
    3. Cefotetan dan cefoxitin generasi kedua cephalosporin.
    4. Cefoferazone sodium, generasi ketiga cephalosporin. (4)

KOMPLIKASI

  1. Abses abdominal yang terlokalisasi.
  2. Peritonitis.
  3. kegagalan organ multiple dan syok septik.
    1. Septikemia didefinisikan sebagai proliferasi bakteri kedalam aliran darah menghasilkan manifestasi sistemik seperti rigor, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia, takikardia, dan kolaps sirkulasi.
    2. Syok septik berhubungan dengan kombinasi dari beberapa dibawah ini:

1. Peningkatan permeabilitas kapiler.

2. Kerusakan endothelium kapiler.

3. Hilangnya volume darah sirkulasi.

4. Depresi miokardial dan syok.

    1. Infeksi pada gram negatif biasanya lebih buruk prognosisnya daripada gram positif, karena gram negatif bisa menimbulkan endotoksemia.
  1. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan elektrolit dan pH.
  2. Perdarahan mukosa gastroinstestinal

biasanya berhubungan dengan kegagalan organ multiple dan berhubungan dengan defek pada mukosa lambung.

  1. Obstruksi instestinal mekanik

Sering terjadi setelah operasi disebabkan perlekatan setelah operasi. (4)

PROGNOSIS

Resiko kematian meningkat pada :

  1. Usia tua
  2. Penyakit yang menyertai
  3. Malnutrisi
  4. Adanya komplikasi lanjut. (4)


DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston.1995. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta. Hlm : 192; 241-242.

2. Sjahriar Rasad. 1990. Radiologi Diagnostik. FK UI. Jakarta. Hlm : 256-257.

3. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. Hlm : 544.

4. http :// www.Emedicine.com/med/topic 2822.htm. Instestinal Perforation. 2006.

5. http :// www. Adam. com/democontent/hie/ency/article/000235.htm.

0 comments:

Post a Comment