PERKEMBANGAN TERBARU PENGOBATAN ORAL
PADA DIABETES MELLITUS TYPE 2
Hwee Hian Tan,MBBS,MMed,MRCP(UK); Angela Koh Fang Yung, MBBS,MRC(UK); Su Chi Lim, MBBS, MRCP(UK), FAMS(DARI MEDICAL PROGRESS JULY 2003)
Timbulnya pandangan baru tentang patofisiologi diabetes mellitus type-2 membuat perkembangan baru terhadap terapi farmakologisnya. Review ini akan membahas: pengertian terbaru tentang patogenesis type-2 diabetes, prinsip-prinsip manajemen dan menyorot kegunaan obat-obat oral anti diabetic terbaru dalam praktek klinis .
Type-2 diabetes merupakan problem kesehatan global yang rumit dan memerlukan biaya mahal. Kunci kesuksesan mencegah komplikasi adalah kontrol gula darah yang optimal. Penurunan ‘glycated haemoglobin’ (HbA1 c) sebanyak 0,9% saja selama 10 tahun menghasilkan penurunan komplikasi mikrovaskuler sebanyak 25%, menurunkan komplikasi diabetes lain sebanyak 12% dan menurunkan kematian yang ada hubungannya dengan diabetes sebanyak 10%.Analisa biaya pengobatan juga menunjukkan bahwa penurunan kadar gula darah dalam waktu lama (sustained) pada pasien-pasien hyperglycemia (seperti ditunjukkan oleh penurunan level HbA1c) pada pasien diabetes dewasa,dalam masa 1 – 2 tahun masa perbaikan (improvement)ternyata banyak menghemat biaya .Sehingga, pencapaian kontrol gula darah yang baik adalah penting dan mencegah komplikasi dari diabetes, merupakan tujuan yang realistik (realistic goal).
Pandangan baru tentang patogenesis diabetes type-2 telah memberikan kemajuan yang penting pada terapi farmakologis. Pada dekade terakhir,sudah tersedia amat banyak obat2-an dalam terapi antidiabetik. Maka penting sekali bagi para dokter membuat keputusan terapi dengan penuh pertimbangan yang seksama . Membuat pilihan diantara begitu banyak pilihan kadang-kadang menjadi beban dan problematis. Tetapi bagaimanapun juga, dengan banyaknya pilihan akan dapat sangat membantu banyak pasien mencapai penurunan gula darah seoptimal mungkin pada diabetic control.Hal yang terpenting,pengobatan pasien perlu dan dapat disesuaikan terhadap masing-masing individu (individual),pertimbangkan pengetahuan, motivasi, hambatan-hambatan mereka dan tujuan-tujuan pengobatan .
Review ini akan membahas pengetahuan terakhir tentang patogenesis diabetes type-2 dan menyorot kegunaan obat-obat antidiabetes oral (OADs) dalam praktek klinis sehari-hari..Kepada para pembaca yang tertarik pada ‘obat insulin analogues’ yang baru-baru ini telah tersedia, dapat mencari informasinya pada review yang lain.
PATOGENESIS DIABETES TYPE-2
Pengobatan optimal terhadap setiap penyakit haruslah bedasarkan pengetahuan tentang patofisiolofi penyakit tersebut. Telah diyakini bahwa gangguan kerja insulin pada jaringan bermetabolik aktif /active metabolic tissues (seperti otot skeletal, jaringan lemak dan sel-sel hepar(hepatocytes) berperanan penting pada pasien glucose intolerance. Keadaan ini dikenal sebagai ‘insulin resistance’ (IR).(Figure-1). Pada awalnya akan terjadi mekanisme kompensasi dimana terjadi hipersekresi dari beta-cell pancreas untuk merespons insulin resisten tersebut. Selama mekanisme kompensasi hiperinsulinemia masih mencukupi, keadaan euglycemia akan terjaga. Pada individu yang suceptible/rentan ,mula-mula kegagalan Beta sel terjadi hanya beberapa waktu sehingga pada saat itu tejadi hiperglikemia (Figure-2)Pertama-tama ‘fase awal’(Fase I) insulin respons yang terganggu lebih dulu, sehingga menyebabkan postprandial hyperglycemia. Dengan terjadinya progresifitas kerusakan Beta-cell, maka selanjutnya akan juga terjadi kenaikan kadar gula darah puasa (fasting hyperglycemic) akibat menigkatnya hepatic glucose output yang mana semestinya dikurangi oleh insulin. Dengan adanya insulin resisten pada jaringan lemak (adipocytes) akan menyebabkan lipolisis yang mana akan melepaskan asam lemak bebas (free fatty acids). Asam lemak bebas (free fatty acids ) ini selanjutnya akan lebih meningkatkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan juga akan juga lebih merusak kemampuan sekresi insulin dari pancreas. Sehingga pada individu dengan diabetes sebetulnya sudah terjadi ‘multiple defect metabolisme’ sehingga strategi pengobatanpun harus ditujukan terhadap semua defect metabolisme tersebut dan tidak hanya terhadap diabetesnya saja.
CARA KERJA DARI OBAT ORAL ANTIDIABETIK
Obat antidiabetes oral (OADs) dapat digolongkan menurut cara kerjanya.Tabel-1 menunjukkan efektifitas OADs dan keuntungan-keuntungan potensial mereka.
I .INSULIN SECRETAGOGUES.
.Obat-obat golongan ini merangsang peningkatan sekresi insulin,yang ter-
Masuk golongan ini antara lain:
• Sulphonilureas (SU) : chlorpropamide, glibenclamide, glicazide, glime-
piride, glipizide, tolbutamide.
• Non-SU: nateglinide, repaglinide,
II. BIGUANIDES
Metformin merupakan satu-satunya obat dari golongan ini yang dipakai.
Kerja utama dari biguanide ini ialah mengurangi ‘hepatic glucose output’
III.PRANDIAL GLUCOSE REGULATORS(Pengatur gula darah sehabis makan)
Obat-obat golongan ini menrunkan postprandial hyperglycemia, yang terma-
suk golongan ini antara lain: Alpha 1-glucosidase inhibitor, acarbose, dan
non-SU insulin secretagogues, repaglinide, dan nateglinide.
IV. INSULIN SENSITIZERS.
Insulin sensitizers akan meningkatkan kerja insulin, dan yang termasuk disini antara lain, thiazolidinediones (TZD):pioglitazone dan rosiglitazone.
DASAR-DASAR MANAJEMEN DIABETES.
Diabetes mellitus harap jangan dianggap hanya semata-mata abnormalitas metabolisme gula darah. Diabetes ini harus diobati sebagai penyakit metabolisme yang kompleks yang mengenai semua aspek penyediaan dan pemakaian energi tubuh, misalnya metabolisme lipid seringkali juga terganggu pada individu diabetes. Gangguan metabolisme ini akan memberikan pengaruh terutama pada pembuluh darah, yang menyebabkan baik mikroangiopathy(mis. Retinopathy) maupun makroangiopathy (mis. Penyakit jantung iskemik). Sehingga penting sekali strategi penurunan risiko secara menyeluruh ,seperti dalam manajemen diabetes akan meliputi mengobati hiperglikemia, hipertensi dan juga dyslipidemia..
Sebelum memulai terapi farmakologis, maka selalu harus diingat untuk memulai dengan pengaturan diet yang baik dan menganjurkan peningkatan aktifitas fisik. Pada individu yang relatif asimtomatik dan kontrol gula darah,kadang-kadang ‘lifestyle modification’ saja sudah cukup . Dengan kata lain “education on diabetes self care” sangat penting sekali.
Bilamana menganjurkan pengobatan pada pasien yang agak khusus, haruslah dipertimbangkan 3 aspek penting sebelum menentukan pengobatan :
-Faktor-faktor pasien,
-Faktor-faktor penyakit,
-Faktor-faktor pengobatan
FAKTOR-FAKTOR PASIEN:
Banyak sekali faktor-faktor penting yang ada hubungan dengan pasien.Motivasi
pasien, kecocokan terhadap pengobatan, level pengetahuan tentang penyakit, keinginan untuk sehat, kecakapan menggunakan obat(mis. pemberian insulin),adanya konflik psikososial, hambatan pada lifestyle dan finansial adalah faktor-faktor penting yang mempengaruhi pengobatan.
FAKTOR-FAKTOR PENYAKIT.
Pasien-pasien yg baru mengalami diabetes umumnya cenderung agak lebih sensitif terhadap OADs. Sehingga sangat dianjurkan untuk memulai terapi dengan dosis rendah dan peningkatan dosis bertahap, tergantung respons pasien. Tetapi diantara banyak pasien dengan simtomatik hiperglikemia pada saat diagnosa dibuat,mungkin dibutuhkan terapi farmakologi bersamaan dengan terapi diet dan exercise.Dosis obat dapat saja diturunkan bilamana penyakitnya dapat dikontrol dengan intervensi non-medikamentosa yang baik. Seperti kita ketahui bahwa diabetes adalah suatu penyakit yang progresif, maka mungkin saja suatu saat selanjutnya diperlukan peningkatan dosis obat sesuai
dengan perkembangan penyakit.Kerusakan Beta-cell berlanjut dengan berjalannya
waktu yang mana akan memperburuk keadaan penyakit. Sebagai akibatnya akan dibutuhkan terapi obat kombinasi atau malah dibutuhkan pemakaian insulin. Keadaan ini terkadang kurang mendapat perhatian dan membutuhkan penekanan khusus. Pasien dengan diabetes cenderung mempunyai penyakit penyakit penyerta,yang mana pengobatan keadaan tersebut dapat mengganggu kontrol gula darahnya. Misalnya pemakaian nicotinic acid untuk mengatasi dyslipidemia akan meningkatkan hyperglycemia. Pada pasien-pasien tua ataupun pada pasien dengan gangguan ginjal akibat diabetic nephropathy, kita harus ekstra hati-hati terhadap pemakaian ‘long acting SUs !.
FAKTOR – FAKTOR PENGOBATAN:
Simplikasi dari dosing schedule akan meningkatkan kepatuhan terhadap obat.Dibutuhkan partisipasi pasien dalam menentukan pilihan obat dengan pengarahan yang cukup dari dokternya. Sebagai contoh panduan, career young patient dengan kehidupan yang sibuk mungkin lebih cocok memakai “long acting sulphonylureas atau thiazolidinediones”.Untuk mereka-mereka dengan waktu makan yang tidak teratur, memakai prandial glucose regulators yang dimakan sewaktu makan mungkin lebih cocok..
Biaya pengobatan, merupakan hal yang juga penting untuk diperhatikan. Pasien dengan diabetes type-2 biasanya juga mempunyai penyakit penyerta lain dimana akan membutuhkan polypharmacy (banyak macam obat).Sehingga total biaya yang dikeluarkan mungkin dapat merupakan masalah sesungguhnya dan berakibat terhadap ketidak patuhan terhadap pengobatan akibat masalah finansial.Perkiraan biaya pemakaian OADs tampak pada Table-2.
Bentuk dan jumlah obat yang harus ditelan setiap hari juga harus diperhatikan. Misallnya, seseorang membutuhkan metformin 1 gram tiga kali sehari,bilamana dipakai tablet 250 mg/tab maka berarti pasien tersebut akan menelan 12 tab/ hari, yaitu 4 tablet setiap kalinya. Tetapi dengan memakai tablet 1 gram/ tablet, sipasien hanya menelan 3 tablet a 1 gram sehari. Efek samping, (misalnya, Gastrointestinal intolerance terhadap biguanides atau Alpha-1-glucosidase inhibitors; hypogligemik akibat long acting SU’s) dapat mempersulit kepatuhan terhadap pengobatan. . Sehingga sangat penting melakukan anamnesa yang baik terhadap hal-hal tersebut pada penderita.
Kombinasi obat, OADs yang dapat bekerjasama sinergis (misalnya insulin secretagogue dengan suatu insulin sensitizer) sering akan memberikan hasil yang lebih memuaskan.
TERAPI YANG DIANJURKAN:
Setelah memperhitungkan dengan hati-hati semua faktor diatas, kita harus dapt dapat membuat pilihan pengobatan yang pantas. Untuk memperbaiki sensitifitas terhadap insulin,pasien harus dianjurkan untuk meningkatkan aktifitas dan pembatasan intake kalori untuk mencapai penurunan berat badan , dan memakai biguanide(metformin) atau thiazolidinediones (TZD, insulin sensitizers). Untuk memperbaiki sekresi insulin,dapat dipertimbangkan memakai SUs atau non-SU insulin secretagogues. Jika masalah utama adalah postprandial hyperglycemia, maka suatu prandial glucose regulator dapat dipakai, khususnya pada pasien-pasien yang mempunyai kecenderungan untuk mengalami episode hipoglikemia diantara dua waktu makan. Algoritma management praktis terlihat pada gambar-3 dan gambar-4.
OBAT ORAL ANTIDIABETES YANG MUTAKHIR:
SULFONYLUREAS.
SU’s telah dipakai sejak lama.Obat-obat ini meyebabkan pelepasan insulin pada ambang glucose yang lebih rendah (release of insulin at lower glucose thresholds),yang akan menyebabkan peningkatan sekresi insulin, yang mana pada diabetes type-2 telah terjadi penurunan sekresinya .
Umumnya obat-obat dari golongan ini mempunyai efektifitas yang setara..Perbedaannya hanya pada metabolisme dan duration of action.Obat-obat terbaru dari golongan ini termasuk glimepiride (Amaryl) dan Glicazide MR. Glimepiride kurang terikat pada cardiac tissue dibanding SU’s lain sehingga lebih mengurangi risiko ischemic preconditioning dibanding SU’s lain. Tetapi kepentingan klinisnya belum jelas. Keuntungan utama dari pemakaian Glimepiride dibanding dengan SU’s lain adalah obat ini tidak meningkatkan berat badan dan kecenderungan untuk menyebabkan hipoglikemia lebih kecil. Preparat Glicazide MR sekarang telah ada di pasaran (note: Diamicron MR). Keuntungan pemakaiannya adalah sistem sustained released nya sehingga cukup dengan single dose/hari dapat mengatasi pre dan postprandial hiperglikemia dan meminimalisir nocturnal hypoglycaemia. Efek samping yang sering dengan pengobatan memakai SU’s meliputi dua hal. Pertama, adalah peningkatan berat badan, suatu masalah yang biasanya sudah ada pasien diabetes. Keadaan ini dapat dikurangi sebagian dengan terapi kombinasi dengan metformin. Efek samping yang kedua adalah hypoglycaemia, yang paling sering ditemui pada pasien usia lanjut, pada pasien dengan gangguan ginjal, dan pada pasien dengan waktu makan yang tidak teratur. Pada pasien-pasien demikian pemakaian shorter acting SU lebih cocok dibanding dengan long acting SU. Pengurangan dosis mungkin juga diperlukan.
BIGUANIDES
Kerja utama dari Biguanides(metformin) ialah mengurangi hepatic gluconeogenesis.Mekanisme kerja persisnya belum diketahui dengan baik. Tetapi akhir-akhir ini diketahui dapat mengaktivasi AMP-activated proteinkinase (AMPK).Para penyelidik juga menunjukkan bahwa pengaktifan AMPK dapat menghambat produksi glucose oleh cell hepar dan juga merangsang peningkatan glucose-uptake oleh sel otot /skeletal myocytes. Metformiin juga mempunyai efek menguntungkan lain yang tidak ada hubungannya dengan penurunan glukosa, antara lain penurunan lipid-level (LDL-cholesterol dan triglyceride). Efek lain juga menurunkan methyl-glyoxal (suatu reactive alpfa-dicarbonyl yang diduga mempunyai pengaruh terhadap komplikasi diabetes, baik sebagai toxin langsung/direct toxin ataupun sebagai precursor glycation lebih lanjut) yang tergantung dengan besarnya dosis,sehingga mempunyai efek protektif terhadap komplikasi diabetes dengan mekanisme tersendiri,tidak tergantung dengan efek antihiperglikemiknya.. Sehingga pada Trial UKPDS secara random pada pasien-pasien overweight, didapat risiko myocard infarct menurun 39%, dibanding dengan group lain.
Efek samping dari pengobatan metformin antara lain,gangguan gastroabdominal, dengan nyeri perut,mual dan diarrhoea pada kurang lebih 50% penderita. Efek samping ini dapat dikurangi dengan menelan obat ini bersama makan dan dengan titrasi pelahan-lahan.Risiko terjadinya lactic acidosis kurang lebih 1 dalam 30.000 pasien, 100 kali lebih rendah dibanding phenformin.Tetapi bagaimanapun juga,metformin harus dihinidari pada pasien-pasien yang mana mempunyai risiko tinggi untuk lactic acidosis,seperti pada pasien-pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum creatinin≥ batas tertinggi normal.).Juga harus ditunda pada pasien-pasien yang sedang diperiksa dengan “radiocontrast”.
-GLUCOSIDASE –INHIBITION.
-glucosidase adalah suatu enzim yang terdapat pada brush border epithel small intestinum bagian proximal,yang akan memecah disacharida dan carbohidrat yang lebih kompleks. glucosidase-Inhibitor secara kompetitif menghambat enzim tersebut, sehingga menunda penyerapan karohirat oleh intestinum dan akibatnya menurunkan lonjakan kenaikan glukosa postprandial .Obat- obat an ini tidak mempunyai efek sistemik sehingga tidak akan meningkatkan berat badan dan tidak menimbulkan hipoglikemia.
Efek samping yang tidak disukai antara lain, flatulence, rasa tidak enak diperut/abdominal discomfort dan diarrhoea, yang sering menyebabkan penghentian pengobatan. -glucosidase-inhibitors tidak dianjurkan sebagai “fisrt line agents” pada pasien-pasien yang kurang patuh karena: pertama, pada pasien yang tidak patuh terhadap pembatasan intake karbohidrat akan menyebabkan efek samping yang bertambah sehingga mengakibatkan pasien menghentikan pengobatan; kedua, dibutuhkan berkali-kali menelan obat setiap makan dan hal ini sukar diikuti oleh pasien yang kurang patuh terhadap pengobatan.Dan hambatan lain ialah bilamana dimakan bersama-sama dalam kombinasi dengan insulin secretagogues, maka hipoglikemia bilamana terjadi hanya bisa diatasi dengan menelan “Glucose” saja untuk mengatasinya tidak bisa dengan karbohidrat lain yang kompleks.
OBAT-OBAT ANTIHYPERGLYCAEMIC YANG TERBARU.
THIAZOLIDINEDIONES
Penemuan obat baru suatu insulin sensitizers mebuka wawasan baru dalam pengobatan diabetes mellitus. Pengobatan sekarang lebih efektif tertuju pada defect primer yang terjadi pada diabetes type-2, yaitu insulin resisten.
Thiazolidinediones meningkatkan kerja insulin, sehingga akan menurunkan gula darah.Mekanisme kerjanya yang tepat belum diketahui dengan jelas; tetapi obat-obat tersebut telah menunjukkan bahwa obat tersebut meningkatkan efek metabolismenya dengan mengaktifkan reseptor pada inti sel yang disebut peroxisome proliferator-activated receptor- (PPAR pada jaringan-jaringan metabolik aktif (metabolic active tissues) seperti jaringan lemak (adipose tissue).
Traditionally, metformin dianggap mempunyai efek insulin sensitizers. Tetapi, dalam tingkat kekuatannya sebagai insulin sensitizers, TZDs paling tidak empat kali lebih kuat dibanding metformin. TZD di Asia tersedia dalam bentuk rosiglitazone.
Rosiglitazone dimakan sekali sehari dengan dosis awal 4 mg sebelum makan. Untuk mengaktifkan nuclear receptor,onset kerjanya gradual/pelahan dan efek hypoglicaemicnya baru tampak setelah pemakaian 4 minggu. Hasil terbaiknya(full impact) tidak akan didapat sebelum 3 sampai 4 bulan. Bilamana target control tidak tercapai, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 8 mg o.m atau 4 mg b.d. Ada beberapa data yang menunjukkan bahwa pada individu obese, dengan anggapan adanya hubungan antara obesitas dan insulin resisten, akan menunjukan hasil yang lebih baik dengan TZDs dibandingkan dengan individu yang tidak gemuk. TZDs, adalah golongan yang dapat saling melengkapi dengan OADs seperti metformin, SU dan insulin.
Terjadinya hipoglikemia relatif jarang pada pemakaian TZD sebagai monotherapy. Akibat efek TZD yang meningkatkan kerja insulin,maka obat ini juga mengurangi gangguan metabolik lain yang biasanya menyertai insulin resiten. Sehingga akan juga menurunkan baik tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan plasma fatty acids dan triglyceride,meningkatkan HDL dan dapat mengurangi steatohepatitis (fatty liver).Tetapi TZDs juga meningkatkan LDL. Ada banyak data yang menunjukkan bahwa peningkatan LDL, adalah LDL sub-spesies yang tidak begitu atherogenic (mis. LAL1 dan LDL2).Gambaran-gambaran ini menunjukkan bahwa TZDs dapat mencegah atherosklerosis. Pada percobaan binatang , TZDs dapat menyusutkan atherogenesis setelah terjadi injury intraluminar pembuluh darah..Penyelidikan-penyelidikan lebih spesifik pada cardiovascular endpoints masih sedang berjalan. Sebagai tambahan beberapa data awal menunjukkan TZDs dapat memelihara fungsi cellpancreas dalam jangka panjang. Data-data selanjutnya masih ditunggu perkembangannya.
Ada tiga perhatian dalam memakai TZD, terutama potensial terjadinya idiosyncratic liver cell injury, edema periferal, dan peningkatan berat badan. TZDs(troglitazone) pertama yang dipasarkan telah ditarik dari pasaran pada 1998 disebabkan efek hepatotoxicnya. TZDs yang lain, termasuk rosiglitazone dan pioglitazone, agaknya lebih aman berdasarkan trial klinis dan survey setelah pemasaran. Tetapi bagaimanapun juga dianjurkan untuk memeriksa enzym hati sebelum memulai pengobatan .Memulai pengobatan tidak dianjurkan bilamana enzyme hati meningkat 2,5 kali batas normal tertinggi.Selanjutnya pasien harus dimonitor secara terus menerus setiap 2 bulan selama 12 bulan pertama pengobatan dan selanjutnya dapat secara periodik. TZDs harus dihentikan bilamana enzyme hati meningkat lebih dari 3 kali batas normal tertinggi .
Edema periferal yang kadang-kadang dapat memberi masalah dan terjadinya edema pulmonal jarang terjadi. Sehingga TZDs harus dipakai secara hati2 pada pasien dengan suboptimal cardiac reserve.Keadaan ini sering bertambah buruk bilamana obat-obat lain yang dipakai juga menyebabkan retensi cairan ,seprti CCBs (Calcium Channel Blockers) Terapi diuretika kadang-kadang dibutuhkan untuk mengurangi edema perifer.
Kenaikan berat badan yang tampak,diduga merupakan efek utama dari retensi cairan . Penyelidikan terhadap Rosiglitazone akhir-akhir ini menunjukkan efek mengurangi peningkatan excresi natrium ginjal dengan cara meningkatkan peningkatan volume . Sebagai tambahan peningkatan lemak dialami terutama oleh jaringan subkutan (bukan visceral adiposity) sehingga tidak banyak berpengaruh pada metabolik.
NON-SU INSULIN SECRETAGOGUES.
Sebagai respons terhadap masuknya makanan, sel pankres yang normal akan mensekresi insulin dalan dua fase; first phase,sekresi awal insulin yang cepat, diikuti oleh second phase,dimana sekresi insulin lebih gradual dan sustained. Sekresi awal (first phase) adalah penting sekali dalam menekan produksi glukosa hepatik sehingga menekan lonjakan(excursion) glukose darah sehabis makan. Seperti kita ketahui bahwa konsentrasi gula darah post-prandial (mis. meal related glucose excursions) merupakan faktor dan prediktor lebih penting untuk suatu long-term glycaemic control pada pasien-pasien diabetes dibanding dengan level fasting plasma glucose (gula darah puasa).Fase awal sekresi insulin inilah yang melemah pada individu diabetes type-2. Maka pengembalian keadaan sekresi awal insulin (first phase) ini penting dalam kontrol diabetes.
Meskipun SUs merupakan insulin secretagogues yang potent,tetapi farmakokinetik obat tersebut tidak dapat semirip pola fisiologis sekresi cell pancreas. Obat –obat tersebut merangsang produksi insulin dengan meningkatkan late insulin secretion yang mana dapat menimbulkan efek delayed hypoglicaemia akibat peningkatan late phase insulin secretion yang tidak berimbang dan berlama-lama .Sebaliknya , non-SU insulin scretagogues yang belum lama ini tersedia (repaglinide dan nateglinide) bekerja langsung pada cell pancreas dalam merangsang sekresi insulin yang cepat dan untuk waktu singkat (rapid and short duration). Sebagai tambahan ada beberapa data yang menunjukkan bahwa “glinides” merangsang sekresi insulin tergantung rangsang makananan (glucose dependent manner),dimana respons akan meningkat bilamana glukosa darah meningkat. Melihat faktor-faktor tersebut, “glinides” tampaknya bekerja lebih mirip pola fisiology sekresi insulin beta-cell pancreas.Sehingga obat-obat tersebut dapat dimakan segera sebelum makan (just before) , -suatu keuntungan lain dimana membuat penjadwalan makan lebih mudah. Trial klinis menunjukkan bahwa “glinides” memperbaiki gula darah sehabis makan dan juga mean glucose control (dengan risiko hipoglicemia lebih rendah) dengan cara mengembalikan fungsi insulin sekresi awal (first -phase).
Repaglinide biasanya dimulai dengan dosis 1 mg, sebelum makan (pre-meal) 3 kali sehari dan dosis dapat dianikkan sampai 4 mg bilamana diperlukan. Penyesuaian dosis diperlukan pada individu-individu dengan significant hepatic dysfunction. Dosis nateglinide yang dianjurkan ialah 120 mg sebelum makan ,3 kali sehari;tetapi pada individu dengan hyperglycemia ringan , 60 mg kadang2 sudah cukup. Penyesuaian dosis diperlukan pada individu dengan significant renal dysfunction.
OBAT-OBAT BARU YANG MENJANJIKAN DAN MASIH DALAM PENGEM –
BANGAN.
Penemuan golongan nuclear reseptor PPAR /PPAR nuclear receptor family( PPAR , PPARdan PPAR membuka wawasan baru dalam metabolic intervention. Leukotrine B4 dan Obat –obat hypolipidaemic golongan fibrate mengaktifasi PPARsedangkan turunan prostaglandine J2 , merupakan pengikat alami untuk PPAR sedangkan anti-diabetic glitazones adalah pengikat sintetik untuk PPAR Berdasarkan penggabungan dan pengaktifan dengan pengikatan, nuclear receptors tersebut mengatur perubahan berbagai genes, yang terutama mempengaruhi metabolisme lipid intracellular dan metabolisme lipoprotein. PPAR mengatur transport lipid plasma dengan bekerja pada metabolisme triglyceride dan metabolisme fatty acid dan dengan memodulasi sintesa asam empedu dan katabolisme asam empedu dihati. PPAR mengatur penyimpanan lipid dan diferensiasi adipocyte (sel lemak). Berdasarkan pandangan ini pembuat obat Ragaglitzar, suatu agonist PPAR dan PPAR menunjukkan perbaikan insulin sensivity (sehingga mempengaruhi glukosa darah) dan perbaikan dislipidaemia pada individu-individu dengan diabetes type-2. Inovasi seperti ini membuka wawasanan baru dimasa depan dalam meng-intervensi diabetes dan insulin resisten.
TERAPI KOMBINASI
Karena diabetes type-2 adalah suatu sindrom yang kompleks, maka dibutuhkan terapi kombinasi dalam mencapai berbagai target terapi yang terdapat pada penyakit ini.Terapi yang sering di klinik adalah menggunakan insulin secretagogues atau insulin, dengan insulin sensitizer ataupun biguanide(untuk menekan produksi glukose output dari hepar) dalam berbagai bentuk kombinasi. Sebagai tambahan beberapa ahli menganjurkan kombinasi obat-obat ini walaupun masing-masing obat tersebut belum ditingkatkan sampai dosis maksimumnya ( masing2 obat belum di- stepped up)/ kombinasi lebih awal.Tetapi bagaimanapun juga harus dipertimbangkan faktor-faktor biaya dan interaksi obat pada polifarmasi ini. Meskipun demikian terapi kombinasi sering sangat dibutuhkan untuk mencapai kontrol darah yang baik dan dalam hal ini janganlah ragu-ragu untuk menambahkan obat kombinasi ataupun insulin guna mencapai kontrol optimal.
KESIMPULAN:
Terdapat kemajuan yang pesat dalam manajemen diabetes pada dekade yang lalu. Perkembangan ini meningkatkan quality of life pada penderita dan membuat pencegahan terhadap komplikasi-komplikasi buruk diabetes menjadi lebih realistik. Tetapi pengobatan diabetes type-2 yang terbaik adalah pencegahannya.Para tenaga kesehatan dan para pembuat policy yang terlibat dalam diabetes harus bekerja sama untuk mencegah epidemi diabetes.
FIGURE 1. METABOLIC DEFECTS CONTRIBUTING TO HYPERGLYCEMIA IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS
Impaired insulin secretion
Pancreas
Increased hepatic glucose production Decrease glucose uptake
Insulin resistance
FIGURE 2. DEVELOPMENT OF TYPE 2 DIABETES MELLITUS
Fasting glucose Hyperglycaemia
Glucose tolerance Abnormal glucose tolerance
Insulin sensitivity Decreased insulin sensitivity
Insulin secretion
Hyperinsulinaemia
β- cell failureNormal IGT Type 2 diabetes
TABLE.1. EFFICACY AND ADDED ADVENTAGE OF VARIOUS OADs
Drug(Trade Name)
Decrement of HbA1c
(%)
Added Adventage as monotherapy
SULFONYUREAS
Tolbutamide
Glibenclamide(daonil)
Glipizide(minidiab)
Glicazide(Diamicron)
Glimepiride(Amaryl)
1,5 – 2,0
Less risk of hypoglicaemia in elderly or subjects with hepatic or renal impairment.
Convenient dosing
Convenient dosing
Convenient dosing
Convenient dosing,weight neutral.
BIGUANIDES
Metformin
Gluphage Retard
1,5 – 2,0
Recommended in obese subjects;cardiovascular protection; rare-
ly causes hypoglycaemia.
Covenient dosing
MEGLITINIDES
Repaglinides
Nateglinides
1,5 – 2,0
Deals with postprandial glucose spikes with minimal hypoglycaemic between meals
Deals with postprandial glucose spikes with minimal hypoglycaemic between meals.
GLUCOSIDASE INHIBITORS
Acarbose(Glucobay)
0,7 – 1,0
Deals with postprandial glucose spikes with minimal hypohglycaemia between meals.
THIAZOLIDINEDIONES
Rosiglitazones(Avandia)
Pioglitazones(Actose)
1.0 – 1,2
Convenient;possible preservation of pancreatic reserves.
TABLE-2. DOSAGES RANGES, FREQUENCY & COST OF MEDICATIONS
DRUG
DAILY DOSE
(mg) DOSING
FRQUENCY
First-generation sulphonylureas:
Tolbutamide
Chlorpropamide
500 – 3000
125 - 500
2 – 3
1
Second generation sulphonylureas:
Glibenclamide(Daonil)
Glipizide(Minidiab)
Glicazide(Diamicron)
Glimepiride (Amaryl)
5 – 20
5 – 30
80 – 320
1 - 8
1 – 2
1 – 2
1 – 2
1
Biguanides:
Metformin
Glucophage Retard
750 – 2250
850 - 2550
2 – 3
1 - 3
Meglinides:
Repaglinide(Novonorm)
Nateglinide(Starlix)
1 – 4
120 - 360
2 – 3
2 - 3
-glucosidase inhibitors:
Acarbose(Glucobay)
150 - 300
2 - 3
Glitazones:
Rosiglitazone
Pioglitazone
4 – 8
15 - 45
1 -2
1
FIGURE-3.MANAGEMENT ALGORITHM FOR NON –OBESE TYPE-2 DIABETES MELLITUS
TYPE-2 DM(NON-OBESE)
DIET & EXERCISE
CONTROLLED NON CONTROLLED
START INSULIN SECRETAGOGUES
CONTROLLED NOT CONTROLLED WITH ADEQWATE DOSE
ADD METFORMIN OR TZD OR ACARBOSE
CONTROLLED NOT CONTROLLED WITH ADEQUATE DOSE
ADD INSULIN OR SWITCH TO FULL INSULIN REPLACEMENT
It is recommended that each tratment is given for 6 weeks before therapy is stepped up.
FIGURE-4 MANAGEMENT ALGORITHM FOR OBESE TYPE-2 DIABETES MELLITUS
TYPE-2 DM(OBESE)
DIET & EXERCISE
CONTROLLED NOT CONTROLLED
START METFORMIN OR TZD
CONTROLLED NOT CONTROLLED WITH ADEQUATE DOSE
COMBINE METFORMIN & TZD
CONTROLLED NOT CONTROLLED WITH ADEQUATE DOSE
ADD INSULIN SECRETAGOGUES OR ACARBOSE
CONTROLLED NOT CONTROLLED WITH ADEQUATE DOSE
ADD INSULIN OR SWITCH TO FULL INSULIN REPLACEMENT
It is recommended that each treatment is given for 6 weeks before therapy is stepped up.
MANAGEMENT OF TYPE-2 DIABETES
Thomas R Peber, MD
Associate Professor of Internal Medicine ,University Hospital,Graz, Austria.
(Dari Majalah MEDICAL PROGRESS, February 2003)
Etiologi dan patogenesis diabetes type-2 masih belum jelas.Sebagian besar pasien menunjukkan gabungan dua defect metabolic utama: Menurunnya sensitifitas target tissue terhadap insulin (insulin resistence); dan defisiensi relatif sekresi insulin endogenous.
Gambaran klinis penyakit ini sangat heterogenous, berkisar antara: (agak jarang) non obese,terutama pasien insulin defisiensi; dengan (lebih typical) obese, yang mana predominan pasien insulin resisten.Pengobatan awal umumnya dilakukan dengan penilaian klinis dan biokimia yang kadang-kadang tidak akurat, tindakan mana akan memperburuk kontrol metabolik.
PRINSIP-PRINSIP MANAGEMENT:
Penurunan berat badan,pembatasan kalori dan edukasi pasien dalam self-management masih merupakan bagian penting dalam management diabetes type-2.(table-1) Tetapi, banyak pasien pasien yang tidak dapat menjaga glikemik kontrol dalam waktu lama setelah dapat mencapai respons awal, sehingga selanjutnya dibutuhkan terapi obat-obatan seperti OADs atau insulin,tergantung pada berat dan stadium penyakitnya.
*PENURUNAN BERAT BADAN DAN PEMBATASAN KALORI.
Adanya hubungan antara obesitas dengan diabetes type-2 telah diketahui dengan baik. Kurang lebih 75% - 80% dari semua individu diabetes type-2 adalah overweight, obesitas tsb akan meningkatkan risiko terjadinya diabetes dan menyulitkan pengobatannya. Lebih lanjut, angka mortalitas diabetes lebih tinggi pada pasien obesitas dibanding dengan non-obese. Berbagai intervensi telah dikembangkan untuk mencapai penurunan berat badan ini.
Dietary counselling and Behavioural Programmes:
Pembatasan kalori dengan berdasarkan dietary counselling yang adekwat akan menyebabkan perbaikan cepat dalam kontrol metabolik, dalam 7 – 10 hari. Pada UK Prospective Diabetes Study (UKPDS),pasien mendapat dietary counselling setiap bulan selama 3 bulan. Persentasi pasien overweight menurun dari 130% menjadi 123%, dan penurunan berat badan ini ada hubungan yang mendasar dengan penurunan gula darah puasa. Pada mereka yang tidak terjadi penurunan berat badan, ternyata mempunyai gula darah puasa yang tinggi pada saat diagnose dibuat dan sebagian besar dari mereka itu adalah mempunyai berat badan yang normal.
Strategi intervensi terhadap “behavioural” dan “lifestyle” telah menunjukkan hasil yang baik dalam penurunan berat badan jangka panjang pada diabetes type-2 dan memperbaiki glicaemic control. Dalam pendekatan ‘behavioural” harus termasuk self monitoring (pencatatan intake kalori dan exercise), stimulus control, social support,exercise, dan hubungan terus menerus dengan petugas kesehatan.
Exercise:
Exercise(latihan fisik) merupakan kunci keberhasilan “behavioural weight loss programmes”.Exercise sendiri hanya akan menurnkan berat badan, tetapi dengan menambahkan exercise pada “behavioural weight loss programme” akan mempertahankan penurunan berat badan yang telah dicapai. Keuntungan dari exercise pada glycaemic control didapat terutama pada pasien-pasien diabetes ringan. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menilai keuntungan exercise pada diabetes type-2 ini.
GASTROINTESTINAL SURGERY.
Gastrointestinal surgery (vertical gastric banding or gastric bypass [Roux-en-Y] )dapat menghasilkan penurunan berat badan yang bertahan lama dan akhirnya akan memperbaiki kontrol metabolik.Pasien-pasien yang dianjurkan untuk menjalani operasi ini adalah pasien2 dengan BMI melebihi 40 Kg/m2, atau BMI 35 sampai 40 Kg/m2 dan co-morbid conditions. Pada study follow up selama 6 tahun, didapat bahwa gastrointestinal surgery pada obese pasien menurunkan mortality rate mereka.
WEIGHT LOSS MEDICATION (Penurunan Berat Badan dengan obat-obatan)
Ada 2 obat yang disetujui untuk menurunkan berat badan yaitu:orlistat dan sibutramine. Kedua obat ini telah dievaluasi dari study selama 1 tahun pada pasien diabetes type-2.
Orlistat:
Orlistat adalah suatu lipase inhibitor yang secara selektif menghambat absorbsi lemak dari makanan. Bersama dengan kombinasi perubahan lifestyle, akan lebih menurunkan berat badan dibanding dengan placebo (6,2 kg vs 4,3 kg).Juga didapat hasil penurunan HbA1c. Penylidikan pada pasien-pasien nondiabetes didapat bahwa penghentian pemakaian orlistat akan menyebabkan rebound phenomenon. Efek samping gastrointestinal dan kemungkinan kekurangan lipophilic vitamin (vitamin E dan -carotene) harus dipertimbangkan, dan mungkin dibutuhkan supplementasi vitamin.
Sibutramine
Sibutramine adalah serotonin dan noradrenaline reuptake inhibitor yang terutama menimbulkan rasa kenyang.Bila dikombinasikan denmgan diet rendah kalori, sibutramine akan mencapai penurunan berat badan yang lebih banyak dibandingkan placebo.Tetapi,meskipun terjadi penurunan berat badan, tidak ditemui perbaikan glicaemic control.Umumnya sibutramine dapat ditolerir dengan baik, tetapi obat dapat meningkatkan heart rate dan tekanan darah. Maka sebaiknya pemakaian obat ini harus sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan tidak dianjurkan pada pasien dengan penyakit koroner,arrythmia dan stroke.
*PATIENT EDUCATION AND SELF MANAGEMENT
Dalam ‘ management plan’ yang efisien penting sekali melengkapi pasien dan keluarga-
nya suatu pengetahuan, agar dapat mengurus dirinya dengan baik. Self management pada diabetes adalah termasuk: monitoring aktifitas metabolisme (glukosa darah, dan urine),dan monitoring gejala-gejala gangguan gula darah dan komplikasinya,kepatuhan atau kecocokan obat yang dipakai, dan perubahan “lifestyle” seperti :perawatan kaki,penghentian kebiasaan merokok,makanan sehat dan pengurangan stres.
Organization of Patient Education:
Keberhasilan edukasi pasien diabetes, lebih tergantung pada pengertian pasien terhadap penyakitnya.Penanaman pengertian pada pasien lebih berhasil dibanding dengan dengan cara lama dimana pasien harus patuh tanpa pengertian yang baik terhadap penyakitnya.
Pengobatan berbasis pasien sendiri harus disesuaikan dengan pilihan masing-masing individu dan lingkungan sosialnya,dan pasien beserta keluarganya ikut aktif terlibat dalam me-manage penyakit tersebut melalui pelatihan-pelatihan.’structured group training’(table-3) ternyata lebih efisien dan biasanya dikoordinasi oleh seorang perawat khusus diabetes(diabetes nurse) atau seorang diabetes educator.
Diabetes nurse memegang peranan penting dalam diabetes education team, dan dibantu oleh petugas kesehatan lain (dokter, dietitian, psychologist, podiatrist).Pengawasan education interventions dapat dilakukan dengan kunjungan-kunjungan follow up dan kalau ada juga dengan menggunakan tehnologi informasi.
Blood Glucose and Urine Self Monitoring:
Self-monitoring terhadap kontrol metobolik memegang peranan penting pada sebagian besar pendekatan edukasi pada pasien diabetes type-2, melengkapi pasien dengan informasi dan dapat melakukan koreksi bilamana diperlukan (misal untuk menghindari hypoglycaemia).Self monitoring akan meningkatkan kewaspadaan pasien terhadap kontrol gula mereka sendiri,dan akan memberikan umpan-balik pengetahuan tentang hasil pengobatan, life-style interventions, dosis insulin dan frekwensi suntikannya.
Frekwensi dan type dari self monitoring yang dipakai tergantung dari pada populasi, cara, dan sistim yang dipakai. Penurunan berat badan dan ‘life-style intervention’ biasanya diterapkan bersamaan dengan ‘urine glucose self-monitoring’.Pengobatan dengan obat oral yang dapat menyebabkan hypoglycaemia (misalnya Sulfonylureas) atau pengobatan dengan insulin sangat membutuhkan monitoring gula darah untuk menghindari side effect. Pengobatan yang lebih fleksibel seperti peningkatan pemakaian insulin akan berhasil baik hanya bilamana gula darah dimonitor lebih sering (sebelum makan dan sebelum tidur)
Foot-Care Education:
Pengetahuan tentang merwat kaki (foot-care education) merupakan usaha yang efektif dalam menghindari masalah.
Smoking Cessation :
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko penyakit koroner,stroke dan komplikasi-komplikasi mikrovascular dan meningkatkan angka kematian pada pasien-pasien diabetes. Behavioural counselling dengan diikuti terapi farmakologis dan support yang berkelanjutan lebih bermanfaat dibandingkan dengan hanya nasehat-nasehat sesaat.
ORAL HYPOGLYCAEMIC AGENTS :
Bilamana ‘lifestyle modification’ gagal menjaga kontrol gula darah yang memadai pada pasien diabetes type-2,maka pemakaian obat-obatan (OADs atau Insulin) harus dipakai guna me manage pasien dengan diabetes. Ada 5 kelas obat OADs yang tersedia dipasaran (Tabel-4), yang mana masing-masing berbeda dalam mekanisme kerja, side effect dan kerjanya dalam mengontrol gula darah. Ada banyak sekali tersedia ‘clinical study’ dari OADs, tetapi hanya beberapa yang telah terukur secara klinis bermanfaat terhadap ‘end points’ dari diabetes mellitus seperti myocardial infarction, stroke, atau kematian.
SULFONYLUREAS:
Sulfonylureas telah dipakai diklinik sejak awal tahun 1950-an dan masih merupakan obat yang penting untuk diabetes type-2.(Tabel-5) Kerja utama dari obat-obat group ini ialah menurunkan gula darah dengan cara merangsang sekresi insulin endogen. Setelah terjadi ikatan obat tersebut dengan receptor khusus sulfonylurea pada membran cell,maka insulin disekresikan tanpa tergantung/pengaruh dengan kadar gula darah (independently).Makanya hypoglicaemia merupakan side effect yang paling sering pada pemakaian obat-obat sulfonylurea, khususnya pada orang-orang lanjut usia.
Sebagian besar ‘trial’ klinik membandingkan sulfonylurea dengan placebo dan mendapatkan hasil bahwa terapi sulfonylurea menurunkan glycosylated haemoglobin rata-rata 1 – 2%.Perkiraan (prediksi) akan adanya kemungkinan respons yang kurang baik terhadap sulfonylurea antara lain bilamana :berat badan yang kurang,respons yang kurang dari insulin plasma terhadap pembebanan dengan glukosa oral (low plasma insulin response to an oral glucose load), dan adanya decarboxylase autoantibodies pada saat diagnosa diabetes dibuat. Prediksi-prediksi ini menunjukkan adanya ‘late onset of type-1 diabetes, atau adanya variant diabetes type-2 yang ditandai dengan defect sekresi insulin yang predominant dan/atau terjadi autoimmunity terhadap -cell. Penyebab dari” kegagalan sekunder dari sulfonylurea” tidak diketahui, tetapi menunjukkan adanya kegagalan fungsi -cell yang progresif,mungkin merupakan perjalanan penyakit yang alamiah dari diabetes sendiri. Juga ada hubungan dengan ‘receptor down-regulation’ yang melibatkan ketidak responsif-an -cell yang selektif terhadap pemakaian sulfonylurea jangka panjang. Kegagalan sekunder sangat bervariasi tergantung dari bermacam publikasi, dan tergantung pada ‘population study’ yang dilakukan.
Adverse effects:
Interaksi obat yang penting dapat dilihat pada Table-6. Cell otot jantung mempunyai reseptor sulphonylurea yang sama dengan -cell, dan ikatan sulfonylurea dengan reseptor ini (pada otot jantung) akan mengakibatkan ‘cardiovascular toxicity’.Pada suatu trial klinik yang masih kontrovesrsial pada tahun 1970-an(University Group Program) menunjukkan peningkatan angka kematian pada pemakaian tolbutamide,tetapi tidak ada data terbaru tentang potential cardiosvacuular toxicity dari sulfonylurea pada pasien-pasien dengan penyakit koroner. Pemakaian sulfonylurea pada penyakit koroner yang lanjut masih diperdebatkan.
METIGLINIDE ANALOGUES:
Repaglinide dan nateglinite (tabel-5) merupakan non-sulfonylurea secretagogues yang bekerja sebagian dengan merangsang sekresi insulin endogenosu dimana tidak melibatkan reseptor sulfonylurea. Hanya terdapat beberapa “randomized controlled trials” yang tersedia saat ini; hasil-hasilnya menunjukkan adanya penurunan rata-rata HbA1c yang setara atau lebih kecil dibandingkan dengan penurunan yang dicapai dengan pemakaian sulfonylurea. Lama kerja metiglinide analogues adalah pendek dan karena itu obat-obat ini mesti diminum setiapkali makan. Sampai saat ini belum didapat outcome dari trial-trial yang berhubungan dengan keuntungan dari insulin secretagogues baru ini.
METFORMIN:
Metformin memperbaiki kerja insulin pada otot dan,tetapi yang lebih penting lagi kerjanya ialah menurunkan produksi glukosa hepar; maka obat ini dapat juga dianggap sebagai insulin sensitizer. Tidak seperti sulfonylurea, obat ini tidak meningkatkan sekresi insulin. Obat ini tidak menyebabkan hypoglycaemia, dan tidak menyebabkan peningkatan berat badan.
Efek penurunan gula darah dengan metformin monoterapi setara dengan yang didapat dengan sulfonylurea .Pada percobaan percobaan UKPDS, keadaan overweight dipakai sebagai pertimbangan pemakaian metformin sebagai terapi utama.Pasien-pasien yang memakai metformin menunjukkan secara significant kenaikan berat badan yang tidak berarti dan rendahnya risiko diabetes related endpoints,rendahnya kematian yang ada hubungan dengan diabetes dan rendahnya kejadian myocardial infaction dibanding dengan group yang memakai obat lain. Data-data ini menyokong pemakaian metformin sebaga terapi intial pada pasien diabetes type-2 yang obese.
Adverse effects:
Adverse efect yang ringan pada pemakaian metformin ialah abdominal discomfort, mual dan mencret. Absorbsi vitamin B12 dan folic acid dapat terganggu pada pemakaian jangka panjang. Adverse effect yang paling berat ialah lactic acidosis, yang dapat membawa kematian, khususnya pada pasien lanjut usia, meskipun hal ini jarang terjadi bilamana tidak disertai gangguan jantung atau gangguan ginjal. Kontraindikasi pemakaian metformin terlihat pada Tabel-7, yang mana membatasi pemakaiannya pada diabetes type-2.
Metformin sering dikombinasi dengan sulfonylurea, yang secara sinergis menurunkan gula darah.Tetapi kombinasi ini pada subanalisys UKPDS ada hubungannya dengan peningkatan angka kematian yang tak terduga, dan makanya masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
THIAZOLIDINEDIONES:
Thiazolidinediones adalah suatu golongan obat yang bekerja pada nukleus target sel dan menurunkan resistensi insulin. Secara klinis akan mengurangi hiperglikemia dan akan mengurangi hiperinsulinemia.Data dari randomized control trial menunjukkan efek penurunan glukosa tidak sebesar dengan pemakaian sulphonylurea atau metformin.
Adverse effects:
Troglitazone,obat generasi pertama golongan ini ,menyebabkan liver failure yang fatal,yang mana akhirnya menyebabkan penarikan obat tersebut dari peredaran.Hepatotoxicitas belum ditemui pada clinical trial pemakaian golongan thiazolidinediones yang baru, yaitu
:rosiglitazone dan pioglitazone, tetapi keselamatan pemakaian jangka panjang obat2 ini masih belum jelas. Belum ada penyelidikan akhir(end points) terhadap obat ini.Selain itu obat2-an golongan ini relative mahal.
GLUCOSIDASE INHIBITORS.
Acarbose dan miglitol merupakan 2 jenis obat yang tersedia dari golongan ini. Mekanisme kerja obat ini melalui penghambatan kerja enzime glucosidase pada brush border intestinum,yang mana akan menyebabkan penghambatan absorbsi carbohydrate dan menghambat kenaikan gula darah postprandial. Acarbose monotherapy juga akan menurunkan glycosylated haemoglobin dengan 0.2 – 1% dibanding dengan placebo, tetapi penyelidikan jangka panjang terhambat oleh kurangnya kepatuhan pasien terhadap pemakaian obat ini dikarenakan banyaknya gastrointestinal side effects.Belum tersedia hasil study dengan outcome data yang cukup.
Adverse effects:
Efek samping yang utama (seperti flatulence,diarrhoea dan bloating/bersendawa) dikarenakan terhambatnya absorbsi dan terjadinya fermentasi karbohidrat dan ditemui sampai kira2 duapertiga pasien yang diobati dengan acarbose. Dilaporkan juga adanya test fungsi hati yang abnormal pada pemakaian obat ini.
THERAPY KOMBINASI :
Ada banyak terapi kombinasi obat oral antidiabetes yang dianjurkan dan yang dicobakan pada randomized controlled trials jangka pendek.Pada sebagian besar penyelidikan didapat penurunan gula darah yang lebih besar, tetapi kombinasi metformin dengan sulphonylurea telah meningkatkan kematian 2 kali lipat pada penelitian UKPDS.Hasil penyelidika akhir(endpoints) harus diketahui sebelum terapi kombinasi semua obat dapat dianjurkan.
INSULIN PADA PENGOBATAN DIABETES TYPE-2:
Insulin merupakan obat yang penting pada pengobatan diabetes type-2. Kegunaan utama obat ini membantu peyimpanan(storage) nutrisi yang dimakan. Insulin juga mempunyai efek penting dalam pertumbuhan dan jalur anabolik di hepar,otot dan jaringan lemak.
Insulin manusia dan insulin analogue adalah merupakan insulin yang dipakai untuk pengobatan diabetes saat ini. Perbedaan lama kerja dari masing2 obat (Tabel-8) memungkinkan rangsangan insulin alamiah-bolus insulin dipakai untuk mengatasi prandial glucose (regular insulin atau short acting insulin analogues memberi profil kerja yang cocok), dan intermediate acting atau long acting insukin atau insulin analogue dipakai untuk melengkapi kebutuhan basal. Banyak sekali insulin regiment yang dipakai untuk diabetes type-2 (Table-9),Tetapi belum ada endpoint studies yang menyatakan regiment mana dan kombinasi dengan obat oral yang mana yang akan memaksimalkan keuntungannya dan meminimalkan risikonya. Penyelidikan jangka pendek (short term studies) menyatakan kombinasi insulin dengan metformin menurunkan risiko kenaikan berat badan.
Short acting insulin analogues mempunyai mula kerja(onset of action) yang lebih cepat, lebih cepat mencapai kerja puncak, duration effect yang lebih pendek dibanding dengan regular insulin, dan level postprandial glucose lebih rendah bilamana memakai short acting insulin analogues. Tetapi randomized controlled trials dari short acting insulin analogues ataupun premixed short acting insulin analogues pada diabetes type-2, tidak didapat perbaikan dari HbA1c ataupun keuntungan lain.Long acting insulin analogues juga gagal menunjukkan efek yang menguntungkan dibandingkan dengan preparat insulin konvensional.
INSULIN THERAPY AND OUTCOME IN TYPE-2 DIABETES.
Insulin diindikasikan pada pasien-pasien dibetes type-2 yang tidak dapat menjaga kontrol gula darah dengan :behavioural changes,penurunan berat badan ataupun dengan OADs.Pada penelitian UKPDS, kontrol gula darah yang intensif akan menurunkan risiko komplikasi diabetes type-2 (Penurunan 12% risiko pada diabetes related endpoints dan penurunan 25% pada microvascular endpoints). Di Jepang, Okhubo Study menunjukkan penurunan yang signifikan pada komplikasi microvascular, dengan penurunan signifikan HbA1c (9,4% vs 7,1%). The Diabetes Insulin-Glucose (DIGAMI) trial menunjukkan pemakaian insulin-glucose infusion untuk selama minimal 24 jam setelah akut myocard infarct, diikuti dengan intensive insulin therapy, menurunkan acute all cause mortality dengan 58% dan 1-year mortality dengan 52%.Setelah mean follow up period 3 – 4 tahun,relative risk of all cause mortality pada insulin terated group menurun dengan 28%.
Adverse effects:
Adverse effect terapi insulin pada diabetes type-2 antara lain kenaikan berat badan, reaksi allergy dan hipoglikemia.Insidence hypoglycemia lebih rendah pada dibetes type-2 dibandingkan dengan type-1 diabetes.Ada beberapa perhatian yang menyatakan insulin exogen merangsang dan mempercepat terjadinya atherosclerosis.Tetapi berdasarkan penyelidikan dapat disimpulkan pemakaian terapi insulin per se tidak meningkatkan risiko komplikasi makrovascular, dan DIGAMI trial menyatakan bahwa insulin malah menguntungkan pada pasien diabetes type-2 dan penyakit arteri koroner.
------------------------------------------
TABEL-1. Priciples of Management of Type-2 Diabetes;
*Weight reduction and calorie restriction.
*Patien education and self-management.
*Oral hypoglycaemic agents.
*Insulin.
TABEL-2. Interventions for Weight Reduction and Calorie Restriction.
Intervention Effect on Body Effect on Glucose Comments
Weight Control
Dietary counselling ++ + Most beneficial in newly manifested diabetes
(UKPDS)
Behaviour and lifestyle
Intervention +++ ++ Includes self-monitoring stimulus control,so-
cial support,exercise and continued contact.
Physical activity + + Beneficial effect mainly in milder diabetes and
In maintenance of weight loss.
Surgical methods +++ +++ Severe obesity only.
Orlistat + + Gastrointestinal side effects,vitamine supple-
ments necessary.
Sibutramine + - No effect on glucose control,increase in blood
Pressure and heart rate.
TABEL-3.Principal Components of Structured Patient Education in type-2 Diabetes.
*Diabetes and hyperglycaemia.
*Self-monitoring of glucose.
*Weight reduction,healthy eating,exercise.
*Practical foot care.
*Hypoglycaemia.
*Oral hypoglycaemic agents and insulin.
*Smoking cesation,late complications.
*Travelling, sick-day rules,family,social implications.
A Structured Treatment and Education Programme.
Program pengelolaan kesehatan utama dalam pendidikan pasien diabetes type-2 yang tidak diobati dengan insulin telah dikembangkan ,dievaluasi dan diterapkan pada sistem pengelolaan kesehatan secara umum.Program ini didasarkan terutama pada :terapi non-obat,self-monitoring glucosuria dan diet yang flexibel (no planning,no calorie counting, no diet prescription),sesuai dengan derajat kontrol metabolik. Group yang terdiri dari 4 sampai 8 pasien diberikan pengobatan dan program yang diberikan oleh asisten dokter umum, terdiri dari 4 unit dengan interval 1 minggu. Keefektifan program dinilai sesuai dengan target setiap pasien yang ditentukan sebelumnya.Program ini telah digunakan oleh berbagai health care systems, dan telah dimodifikasi dan diperluas untuk diabetes type-2 dengan terapi insulin konvensional dan pada pasien dengan terapi tambahan insulin dengan preprandial injeksi insulin.
TABLE-4. OADs AGENTS IN TYPE-2 DIABETES.
Group Outcome Studies Available.
Insulin secretagogues Sulphonylureas Yes
Metiglinide Analogues No
Insulin sensitizers Metformin(biguanides) Yes
Thiazolidinediones No
Delay carbohydrate
Absorbtion -glucosidase inhibitors No.
TABLE-5 ISULIN SECRETAGOGUES
Drug Approved Daily Duration of Cost Elimination
Dose(mg) action(hours)
Sulphonylureas
-Tolbutamide 500-3000 6-12 Medium renal
-Chlorpropamide 100-500 >48 Medium
-Glicazide 20-160 6-12 Medium renal
-Gliquidone 15-120 6-12 Medium Intestinal
-Glipizide 2,5-40 12-18 Medium Renal,intestinal
-Glibenclamide 1,25-20 12-24 Medium Renal.
-Glimepiride 1-8 24 Medium Renal,Intstinal
Metglinide analogues
-Repaglinide 1-6 2-6 High Intestinal
-Nateglinide 120-480 2-4 High Renal
TABLE-6. SELECTED CLINICALLY IMPORTANT POTENTIAL DRUG INTERACTION WITH SULPHONYLUREAS.
Interaction Potentially result Management
-Alcohol Risk of hypoglycaemia Patient education,avoid large quantities of alcohol.
Disulfiram-like intolerance
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Anabolic steroids Risk of hypoglycemia Avoid if possible
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Antacids Increased absorption with
Potential risk of hypoglycaemia Avoid if possible,patient education,monitor for
-H2 receptor antagonist hypoglycaemia
-Omeprazole
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Barbiturates Enzyme induction in liver, decreased Avoid if possible
-Phenytoin drug effect
-Rifampicin
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Chloramphenicol Increased risk of hypoglycaemia avoid this combination,substitute other-
Antibiotics
-Sulfonamides
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Clofibrate Risk of hypoglycaemia Reduce sulphonylurea dose
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Dicoumarol Risk of hypoglycaemia Avoid if possible
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Fluconazole Increased of hypoglycaemia Reduce sulphonylureas dose,monitor
for hypoglycaemia.
-Ketokonazole
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Fluoxetine Enhanced,prolonged or severe Reduce sulphonylurea dose,monitor for
hypoglycaemia
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Non-selective monoamine
oxidase inhibitors hypoglycaemia
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Oxyphenbutazone Enhanced,prolonged or severe Avoid combination with sulphonylurea,
use other NSAID
-Phenylbutazone hypoglycaemia
TABLE-7. CONTRA INDICATIONS TO METFORMIN.
-Gangguan fungsi ginjal (creatinine > 150 mol/L)
-Gangguan fungsi hepar.
-Gagal Jantung.
-Chronic Vascular disease (coronary artery disease,perpheral vascular disease)
-Chronic lung disease.
-Any acute illness (e.g Myocardial infarction,trauma,septicemia,other conditions in with –
tissue perfusion may be impaired or hypoxemia may develop)
-Low calorie diet (<1000 kcal/day)
-Chronic alcohol abuse.
-History of lactic acidosis.
TABLE-8. Pharmacokinetic Parameter of Human Insulin Preparation
INSULIN ONSET OF ACTION PEAK ACTION DURATION OF ACTION
-Short acting analogues:
Lispro,Aspart 10-15 minutes 1-2 hours 4-5 hours
-Regular 15-30 minutes 2-4 hours 5-8 hours
-NPH 1-3 hours 4-6 hours 8-16 hours
-Lente 2-3 hours 7-12 hours 12-18 hours
-Ultralente 3-4 hours 8-10 hours 12-24 hours
-Long acting ana-
logue – glargine 1-4 hours (8-17 hours) 24 hours
-Premixed(25/75,30/70) 15-30 minute 4-6 hours 8-16 hours
-Premixed short acting
analogue (25/75, 30/70) 10-15 minutes 4-6 hours 8-16 hours
TABLE-9. SELECTED INSULIN REGIMENTS IN TYPE 2 DIABETES.
Therapy suggested Starting Comments
Injection time dose(IU)
-Basal insulin (breakfast) (12-24) Risk of hypoglycaemia if higher dose,
necessary,simple,combination with oral
hypoglycaemic agents (metformin).
(NPH or Long acting analogues)
once daily bedtime 12-24
-Premixed insulin(30/70 or Breakfast 12-20 Widely used standard therapy,risk of
25/75) twice daily Dinner 8 – 16 hypoglycaemia,simple to implement.
-Premixed insulin (50/50) or Breakfast 8 – 16 Greater flexibility,reduced risk of hypo-
premixed 50/50 short acting ana- Lunch 8 – 12 glycaemia and weight gain,early treat-
logues) before meals Dinner 8 – 12 ment,30/70 at dinner might be necessary
to cover night.
-Prandial insulin(regular or short Breakfast 8 – 16 Greater flexibility,reduced risk of hypo-
acting analogues) before meals Lunch 8 – 12 glycaemia and weight,early insulin tret-
Dinner 8 – 12 ment,basal insulin at bedtime might ne-
cessary.
-Intensified insulin therapy (re- Breakfast Individual High flexibility,adjustment of insulin do-
gular or short acting analogues Lunch Individual se on carbohydrate intake, low risk of hy-
before meals,basal insulin at Dinner Individual poglycamia and weight gain,mainly for
bedtime or twice daily) (Morning) (8-16) gain,mainly for younger patients with -
Bedtime 8 – 16 flexible lifesyle,standard therapy in type
1 diabetes.
PRACTICE POINTS.
*Pasien dengan diabetes type 2 menunjukkan insulin resisten dan relatif defisiensi sekresi insulin.
*Behavioural and lifestyle programmes termasuk exercise akan meperbaiki kontrol berat badan dan kontrol gula
darah yang significant and sustained.
*Structured behavioural interventions based on empowerment are succesful management strategies.
*Metformin telah terbukti menurunkan mortalitas pada pasien obesitas dan pasien yang baru terdiagnose diabetes
type2.
*Terapi insulin type-2 dapat menurunkan komplikasi mikrovasckuler dan akan memberi outcome yang lebih
baik.
-------------------------------------------------------------------------
BAGAIMANA MERESEPKAN OBAT2 HYPOGLAEMIC.
Peter RW Tasker,MB BS,DCH,FRCGP
( Dr Tasker adalah seorang dokter umum pada RS. King’s Lynn, dan ketua dari Primary Care Diabetes, U.K.)
(Diterjemahkan dari Medical Progress JUNE 2004)
Artikel ini membahas faktor-faktor apa saja yang diperlukan bilamana memulai pengobatan oral diabetes melitus, bagaimana pendekatan seorang dokter umum dalam pemilihan obat hipoglikemik oral, dan jenis jenis obat-obat kombinasi yang harus dipakai bilamana pengobatan monoterapi gagal.
Prevalensi diabetes type-2 di UK meliputi 2%, dimana 1,2 juta penduduk menderita penyakit ini.Dalam istilah praktisnya, hal ini berarti seorang dokter umum (GP) rata-rata bertanggung jawab terhadap 20 – 30 penderita diabetes type 2.Tetapi perlu diketahui, diabetes type 2 akan lebih meningkat dalam 25 tahun kedepan, diakibatkan karena sebagian besar oleh bertambahnya jumlah orang-orang obesitas, berkurangnya aktifitas /exercise, baik pada masa kanak2 maupun dewasa, dan makin bertambahnya harapan hidup penduduk(increased longevity).
Komplikasi terbanyak dari diabetes melitus type 2 adalah penyakit vascular, dengan 75% kematian diakibatkan oleh penyakit-penyakit atherosclerosis. Cardiovascular risk factors harus diperhitungkan ,karena pada seorang penderita yang mempunyai salah satu cardiovascular risk factor apapun, bilamana disertai dengan diabetes mellitus akan menghadapai risiko serangan penyakit cardiovasculer 2 – 4 kali lebih besar daripada pasien non diabetik.
Kesuksesan manajemen diabetes tergantung dengan banyak faktor, termasuk antara lain manjemen hipertensi, kontrol terhadap abnormalitas lipid dengan memakai tabel analisa risiko penyakit jantung, pemakaian aspirin dan ACE-inhibitor, juga perubahan gaya hidup seperti penghentian kebiasaan merokok, melakukan kebiasaan makan sehat, dan exercise yang reguler.
Kesemua faktor diatas tentu akan meningkatkan tantangan pengobatan dibetes mellitus, sekarang jelas bahwa pengobatan yang objektif harus termasuk: Mengurangi risiko-risiko diatas, dan juga mengurangi gejala, tetapi tidak membuat pasien sulit menjalaninya (life intolerable)
KONTROL GULA DARAH.
Penyelidikan terakhir terhadap patofisiology dari diabetes type 2 menunjukkan bahwa baik insulin resisten dan disfungsi B-cell adalah dua hal yang mendasari terjadinya glukosa intolerans, dan berdasarkan penyelidikan-penyelidikan tersebut berhasil dikembangkan obat-obat baru yang bekerja langsung pada etiologynya. Tetapi terapi tersebut sampai saat inipun tetap tidak bisa mengatasi “perkembangan progresifitas proses patologik yang mendasari terjadinya diabetes tersebut” dan “tidak dapat mengatasi ternyata suatu saat dibutuhkan penambahan jenis obat yang dipakai”.Kedua faktor ini akan mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap pengobatan karena pasien2 diabetes disamping itu juga akan memakai obat2 lain untuk penyakit penyerta (akhirnya akan banyak sekali jumlah/macam obat yang dimakan).
Sebagai titik awal manajemen diabetes, adalah diet makanan yang sehat,yang mana termasuk didalamnya adalah makanan “yang seperti kebiasaannya”(regular meals) tetapi mengandung gula rendah,dan tinggi fibre/serat dengan perhitungan 50%-60% kalorinya berasal dari karbohidrat kompleks.Perubahan gaya hidup ini disamping diet, juga meningkatkan aktifitas fisik yang dianjurkan minimal 3 bulan, dan dievaluasi kembali sebelum memutuskan apakah diperlukan pemakaian obat-obatan. Pada stadium awal ini konsultasi dengan ahli gizi/dietitian akan sangat membantu.
Tetapi ternyata hanya kurang dari 20% dari pasien diabetes yang akan terkontrol gula darahnya setelah masa 3 bulan dengan diet saja, sehingga pemakaian obat2an harus dipertimbangkan. Bukti-bukti menunjukkan bahwa setelah 3 tahun , separuh(50%) dari pasien yang sebelumnya dengan monoterapi ternyata akan membutuhkan terapi kombinasi untuk mengontrol gula darahnya, dan setelah masa 9 tahun angka tersebut meningkat menjadi 75%,jadi keadaan ini lebih menegaskan bahwa penyakit diabetes type 2 cenderung progresif (fgure 1). Kegagalan dengan terapi dengan diet saja ini harus dinilai baik secara klinis maupun laboratorium, dan dalam penilaian ini harus diperhitungkan juga faktor faktor kepatuhan dan kerjasama pasien .
Faktor-faktor yang harus diperhitungkan bilamana obat-obat oral harus dimulai antara lain:
*Gejala2 hyperglikemia yang tetap ada,
*Adanya komplikasi baik akut maupun kronik,termasuk adanya infeksi,
*Gula darah puasa yang tetap tinggi,
*Glycosylated haemoglobin yang tetap tinggi (HbA1c)
Target terapi secara laboratorium adalah level HbA1c kurang atau sama dengan dari 7%,dan gulah darah puasa kurang dari 7 mmol/L (=...........mg/dl).
Kadang-kadang, keputusan untuk memulai terapi dengan obat dibuat lebih awal, bilamana gejala2 yang tidak dapat ditoleransi pasien tetap berlangsung.
PETUNJUK MEMAKAI TERAPI OBAT OBAT HYPOGLIKEMIK:
Obat-obat utama hipoglikemik terlihat pada table 1.
Sulfonilurea:
Obat-obat golongan ini bekerja dengan merangsang pelepasan insulin oleh -cell dari pankreas.Terdapat banyak sekali macam obat dari golongan ini, perbedaan mereka hanya pada kecepatan onset, dan lama kerja (duration of action). Kedua faktor tersebut akan menentukan kemungkinan keseringan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia yang diakibatkan oleh sulfonilurea merupakan keadaan emergency dan memerlukan perawatan dirumahsakit.
Prandial Glucose Regulators.
Terdapat dua macam obat yang termasuk dalam rapid acting insulin secretagogues, yaitu repaglinide dan nateglinide,yang saat ini dipakai di U.K.Kedua obat ini harus dimakan bersamaan dengan makan, dan sehingga dibutuhkan 3 kali sehari.
Nateglinide mengembalikan “early phase insulin secretion” , keadaan yang mana merupakan proses yang paling awal terjadinya pada proses perkembangan diabetes type 2.Repaglinide dapat dipakai sebagai monoterapi, sedangkan nateglinide direkomendasikan untuk dipakai sebagai obat kombinasi dengan metformin.
Biguanides.
Metformin merupakan satu2nya obat yang dipakai dari golongan ini . Obat ini bekerja dengan cara menurunkan hepatic gluconeogenesis dan glycogenolysis, dan meningkatkan uptake glucose otot skeletal dan glycogenesis otot skeletal yang distimulasi oleh insulin ( insulin stimulated glucose uptake and insulin stimulated glycogenesis by skeletal muscle)
Tidak seperti hal-nya sufonilurea, obat ini tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak menyebabkan peningkatan berat badan, meskipun sering menyebabkan pasien menghentikan pemakaiannya akibat side efeknya pada gastrointestinal berupa perut kembung serta diarrhoea. Tetapi side effect tersebut dapat dikurangi bilamana pemakaiannya dititrasi dengan baik, dimulai dengan dosis awal 500 mg. Side effect terberat dari obat ini adalah lactic acidosis, dan makanya jangan dipakai pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal atau pada keadaan hipoksia, seperti pada pasien gagal jantung ataupun penyakit hepar lanjut.
-Glucosidase Inhibitors.
Acarbose merupakan satu satumya obat dari golongan ini yang dipakai diklinis.Kerja obat ini ialah dengan cara menghambat kerja enzim -glucosidase pada brush border di usus halus,sehingga akan mengurangi pembentukan karbohidrat sederhana (monosacharida) dari polysacharida dan akibatnya akan menghambat absorbsi karbohidrat tersebut. Efek samping dari pemakaian obat ini adalah akibat fermentasi dari karbohidrat yang tidak terserap tadi, sehingga menimbulkan gejala seperti ,banyaknya gas diperut, flatulence dan diarrhoea.Tetapi keadaan ini dapat dikurangi dengan memakai dosis awal yang rendah.
Thiazolidinediones.
Cara kerja obat ini adalah dengan berkombinasi dengan reseptor (mengikat) hormone intranuclear yang disebut perixosome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-). Kerja ini akan menyebabkan perubahan adipocyte (sel lemak) dan regulasi gene, yang mana akan menimbulkan efect insulin-sparing dimana akan menyebabkan perbaikan sensitifitas insulin dan mengurangi resistensi insulin,
Saat ini terdapat 2 macam thiazolidinediones di UK, yaitu rosiglitazone dan pioglitazone. Pada saat ini izin di UK hanya diperbolehkan pemakaian thioglitazone dengan kombinasi baik dengan sulfonilurea atau metformin, tetapi riset masih dilangsungkan pada pemakaian obat ini sebagai obat tunggal dan sebagai obat kombinasi dengan insulin.
Thiazolidinediones juga menawarkan keuntungan tambahan disamping terapi terhadap insulin resisten diabetes type-2 ,dengan juga mengkoreksi hypertensi, kelainan metabolisme lipid dan gangguan pembekuan darah.
Side efek obat ini antara lain kenaikan berat badan, edema, dan anemia akibat hemodilusi.
PEMILIHAN OBAT-OBAT HYPOGLIKEMIK.
Tergantung pada keadaan penderita apakah obat-obat tersebut dipakai sebagai monoterapi ataukah sebagai obat kombinasi dengan obat hypoglikemik lainnya ataukah dengan insulin.
MONOTHERAPY:
Secara tradisionil,metformin telah dipakai sebagai first line therapy pada pasien-pasien obese,sedangkan sulfonilurea dipakai pada pasien-pasien dengan berat badan normal atau pasien underweight, dikarenakan obat tersebut akan menyebabkan peningkatan berat badan,sedangkan metformin tidak mempengaruhi berat badan,atau bahkan bisa menurunkan berat badan.
Tetapi ,pemakaian metformin sekarang telah meningkat sebagai first line therapy pada semua pasien diabetes type-2, berdasarkan pathophysiology bahwa pada diabetes type-2 terjadi peningkatan resistensi insulin dan juga kegagalan sekresi cell pancreas.
Keuntungan positif pada pemakaian metformin ini dinyatakan oleh UKPDS dan telah menyebabkan peningkatan pemakaian metformin tidak hanya pada pasien-pasien obese saja , sehingga hanya sulfonil urea yang tetap dipakai sebagai first line therapy untuk pasien underweight .
THERAPY KOMBINASI ORAL:
Setelah suatu periode tertentu yang amat bervariasi,sebagian besar pasien ternyata akan membutuhkan tambahan terapi oral untuk mengkontrol gejala dan mengkontrol gula darahnya.Secara tradisionil, hal ini berarti menambahkan metformin pada obat awal sulfonilurea ataupun sebaliknya, tetapi pada regimen modern,termasuk juga penambahan nateglinide pada metformin atau penambahan thiazolidinedione pada metformin ataupun sulfonilurea. Dan cukup dapat diterima juga pemakaian tiga macam obat dengan penambahan acarbose pada dua obat sebelumnya, tetapi jika hal ini sudah dibutuhkan (sampai tiga macam obat),sebetulnya pasien mungkin sudah memerlukan pemakaian insulin.
INSULIN DAN/ATAU OBAT ORAL:
Bilamana terapi kombinasi mulai tidak memberi hasil yang baik,haruslah dinilai apakah sudah saatnya diperlukan insulin atau belum. Kemungkinan ini harus diperhitungkan dengan hati-hati karena umumnya pasien seperti ini umumnya sudah berumur lanjut dan mempunyai kebutuhan sosial dan medikal yang spesifik yang akan menentukan type insulin mana yang cocok dipakai.
Regimen yang dapat dipakai antara lain suatu insulin long acting sekali sehari atau insulin campuran (fixed mixture) duakali sehari. Dalam keadaan dimana diperlukan pengurangan dosis harian total dari insulin, dapat dipakai penambahan pemberian suntikan sekali sehari insulin long acting pada pasien yang sedang memakai obat oral kombinasi.
PERAWATAN LANJUTAN.
Keadaan gula darah terkontrol dan keadaan kardiovaskular pada pasien diabetes type-2 ini harus selalu diawasi secara terus menerus.Maka managemen pasien pasien ini merupakan manjemen yang terintegrasi, dan dibutuhkan koordinasi antar pengelola kesehatan pasien tersebut..
FIGURE 1. LANGKAH2 TRADISIONIL DALAM MANAJEMEN DIABETES TYPE 2.
DIET DAN EXERCISE
ORAL MONOTHERAPY
ORAL COMBINATION THERAPY
INSULIN WITH OR WITHOUT
ORAL AGENTS
TABLE 1. THE MAIN CLASSES OF ORAL HYPOGLYCAEMIC AGENTS
GROUP MODE OF ACTION LIMITATION
Sulphonylureas Stimulate insulin production Weight gain,hypoglycaemic
Prandial glucose regulators Stimulate insulin production Short acting
Biguanides Decrease hepatic glucose production Gastrointestinal side-effects
-glucosidase inhibitors Inhibit degradation of complex sugars Gastrointestinal side-effects
Thiazolidinediones Reduce Insulin resistance Weight gain.oedema.
0 comments:
Post a Comment