ATRESIA ANI

ATRESIA ANI

A. Definisi

Atresia (tresis) berarti keadaan tidak ada atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubulur secara kongenital, disebut juga clausura sedangkan,
ani berarti anus imperforate

Jadi atresia ani adalah bentuk kelainan bawaan dimana tidak adanya lubang dubur terutama pada bayi, rektum yang buntu terletak di atas levator sling yang juga dikenal dengan istilah "agenesis rektum".

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum

Insidensi malformasi anorektal :
• Terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran.
• Pria dan wanita → 1 : 1
• 40% diikuti kelainan sindrom down, penyakit jantung kongenital, kelainan ginjal, atresia esofagus, criptorchdism.

B. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Interaksi antara gen dan lingkungan .
3. Faktor lingkungan :
-Riwayat pengobatan
- Alkohol & zat lain dalam makanan.
-Zat yang diperlukan tidak ada (as.folat dapat menyebabkan spina bifida ).
4. Mutasi genetik dan pajanan lingkungan terjadi awal kehamilan.
5. Perkembangan anorektal selesai 7-8minggu setelah konsepsi.
6. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
7. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
8. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi
9. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistula antara saluran kemih dan saluran genital.

C. Klasifikasi

1. Tipe pertama (1): Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat
2. Tipe kedua (2): Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus
3. Tipe ketiga (3): Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada
jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk (lekukan anus)
4. Tipe keempat (4): Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.
5. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi melboume.
6. Kelainan letak rendah rektum telah menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
7. Rektum berupa kelainan letak tengah. Di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
8. Kelainan letak tinggi . Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula

D. Gejala

Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.

E. Diagnosis


Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan cara invertogram.
Invertogram adalah tekhnik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap mark anus di kulit peritonium. Pada tekhnik bayi diletakkan terbalik (kepala di bawah) atau tidur terlungkup (prone), dengan sinar horizontal diarahkan ke trochanter mayor. Dinilai ujung udara yang ada di distal rektum ke mark anus.

Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.

Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja.

Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terentukpenonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut.

Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra.

Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.


F. Pencegahan penyakit

1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia janin.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

G. Pengobatan dan Rehabilitasi

1. Melakukan pemeriksaan colok dubur
2. Melakukan pemeriksaan radiologik bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lakukan anus.
3. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
4. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setiap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
5. Melakukan operasi anoplasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anorektoplasti pada masa neonatus
6. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
a. operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)
b. operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan)
c. pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
7. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through"
manfaat kolostomi adalah antara lain:
a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.

H. Komplikasi

- Keterlambatan diagnosa dapat menyebabkan distensi usus besar dan perforasi.
- Fistula rektourinari dapat mengakibatkan refluks urin kekolon & rektum.
- Absorpsi ammonium chlorida yang dapat menyebabkan asidosis.
- Daerah kolon yg menimbulkan refluks pada VU & uretra menyebabkan pyelonefritis berulang.

Komplikasi post operasi :
• Pemisahan fistula rekto uretral terlalu jauh sehingga membuat kantung buntu sehingga mudah infeksi berulang & dapat pembentukan batu.
• Pemotongan terlalu dekat menyebabkan striktur uretra.
• Cedera vas deferens & ureter pada saat melakukan perbaikan letak tinggi.
Kelainan letak tinggi :Bila konsistensi feses cair, kontrol sfingter akan terganggu.



DAFTAR PUSTAKA


Benson CD et al. Pediatric Surgery, Vol.2. Chicago: Year Book Medical Publishers, inc. 1962; 82156.

Cook RCM. Anorectal malformation: neonatal management In: Dudley H, Carter

Nelson,Waldo E.2000.Ilmu Kesehatan Anak.EGC.Jakarta

Raffensperger;G. Swenson's Peddiatric Surgery, 5th eds. Connecticut: Apple ton & Lange, 1992; 586623

Sjamsuhidayat.R. Ilmu Bedah. Jakarta:EGC.2003

Staf pengajar ilmu kesehatan anak.FKUI.2002.Ilmu Kesehatan Anak.Percetakan Infomedika Jakarta. Jakarta

0 comments:

Post a Comment