PREDIABETES

Keadaan Prediabetes, yang ditandai dengan Impaired glucose tolerance (IGT) dan/ atau impaired fasting glucose(IFG), adalah suatu fase intermediate antara metabolisme glukose normal dengan overt diabetes mellitus type-2 . Insulin resistance mempunyai peranan yang penting dalam proses terjadinya berbagai abnormalitas metabolik dan abnormalitas vaskular, yang meng-antara-i proses atherosklerosis dan disfungsi kardiovaskular lain. Pada era preventive medicine sekarang ini, maka prediabetes pasien merupakan target group baru dalam pencegahan primer diabetes type- 2 berserta kelompok abnormalitas kardiometabolik sebagai komplikasinya.Penekanan utama ditujukan pada deteksi dini dan managemen menyeluruh dari pasien-pasien prediabetik, dan terdapat bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa intervensi terapeutik yang memadai, seperti perubahan lifestyle dan pendekatan terapi farmakologis, mungkin bermanfaat pada pencegahan terjadinya diabetes type-2 dan penyakit-penyakit kardiovaskular.


Prediabetes – Target Baru pada Pencegahan Primer Cardiovascular Metabolic Dysfunction.

Raja Elina Afzan Raja Ahmad,MBChB; Benjamin Lim, BS; Amudha Kardivelu,MBBS; Ruby Hussain, PhD; Wan Azman Wan Ahmad,MBBS,FRCP(Glas); Ikram Shah Ismail,PhD,FRCP(Edin),FAMM; Anna Maria Choy,MBChB, FRCP(Edin),FACC; Chim C Lang,MD,FRCP,FACC.


Diabetes mellitus merupakan masalah besar dibidang kesehatan masyarakat yang terus meningkat , dan telah muncul sebagai epidemi diseluruh dunia. Diabetes type-2 sekarang mulai dianggap sebagai bagian dari gangguan kardiovaskular, dikarenakan peranannya pada perkembangan atheroscleropathy. Penyakit ini(diabetes mellitus) sekarang secara luas dianggap sebagai bagian dari suatu group kelainan yang disebut “ metabolic syndrome”- Suatu kumpulan kelainan metabolik dan kelainan kardiovaskular yang ditandai dengan: abdominal obesity, atherogenic dyslipidemia, peningkatan tekanan darah, insulin resistance (impaired glucose tolerance{IGT} dan/atau diabetes type-2), dan juga keadaan prothrombotic dan keadaan proinflammatory, yang kesemuanya - baik sendiri-sendiri maupun bersamaan – merupakan predisposing factors untuk terjadinya atherosclerosis dan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

Sekarang makin dikenal bahwa beberapa gambaran dari “metabolic syndrome’ sering dijumpai pada “prediabetic state”- suatu fase intermediate dari perubahan metabolisme glukosa yang mendahului terjadinya diabetes type-2, yang mana ditandai dengan adanya IGT (Impaired Glucose Tolerance) dan/atau IFG (Impaired Fasting Glucose). “Insulin resistance” dan “central obesity” dianggap sebagai risk factors yang penting penyakit kardiovaskular pada pasien-pasien prediabetic. Peningkatan FFA (Free Fatty Acids) diperedaran darah ,yang sangat sering dijumpai pada keadaan insulin resistent dan obesitas, menyebabkan progresifitas dari hyperglycaemia, peningkatan pembentukan partikel lipoprotein LDL yang lebih atherogenik dan merusak sekresi insulin, sehingga turut ambil bagian pada percepatan prevalensi terjadinya diabetes type 2 dan penyakit-penyakit kardiovaskular pada pasien-pasien prediabetik yang rentan .Juga, cytokines yang diproduksi oleh central adipocyt seperti interleukin-6 (IL-6), tumour necrosis factor (TNF)-, dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang merupakan proinflammatory mediators untuk terjadinya atherosclerosis. Deteksi dan intervensi dini pasien prediabetes, sekarang merupakan fokus dari riset-riset terbaru pencegahan penyakit kardiovaskular pada diabetes mellitus type-2. Artikel ini memberikan pandangan sekilas tentang keadaan prediabetik dan pentingnya deteksi dini dan intervensi pada penderita tersebut. Juga dibahas tentang keuntungan- keuntungan yang diperoleh dari perubahan gaya hidup (lifestyle modification) dan intervensi farmakologis, seperti obat2 oral hipoglikemik, insulin sensitizing agents dan obat2 penurun lemak pada pasien-pasien prediabetik.

Beratnya beban, baik beban medis maupun beban sosioekonomi diabetes type 2 beserta komplikasi-komplikasinya telah merupakan salah satu tantangan utama pada program kesehatan masyarakat di abad XXI ini. Jumlah penderita diabetes type 2 diseluruh dunia diperkirakan akan meningkat dari perkiraan saat ini 125 juta menjadi 221 juta pada tahun 2010, dan menjadi 300 juta pada tahun 2025. Peningkatan kejadian diabetes mellitus type 2 ini tidak hanya ditemui pada orang dewasa, tetapi sekarang juga lebih sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Penunjang utama terjadinya perkembangan dini diabetes type 2 ini adalah antara lain obesitas dan meningkatnya insulin resistance, mendahului onset metabolic disorder. Perkembangan dari normal glucose homeostasis menjadi diabetic hyperglycemia type 2 yang nyata pada orang-orang dewasa termasuk fase intermediate dimana terjadi perubahan metabolisme glukosa yang disebut sebagai “prediabetes”, atau keadaan glucosa intolerance. Peningkatan insulin resistance dan penurunan sekresi insulin,keduanya mengambil bagian pada abnormal glucose homeostasis (dysglycaemia) pada keadaan prediabetik. Tetapi, dipercaya bahwa, insulin resistance lebih berperan dibanding dengan berkurangnya fungsi -cell pancreas pada keadaan-keadaan patologis yang dijumpai pada prediabetes. Beberapa penelitian menyatakan bahwa “dysglycaemia” adalah continous risk factor pada penyakit-penyakit kardiovaskular. Pada penelitian Rancho Bernado yang melibatkan 3.458 orang non-diabetik, “the age adjusted mortality rate for ischaemic heart disease” meningkat dengan kurang lebih duakali lipat pada orang-orang bila level gula darah puasanya meningkat dari 5 ke 7 mmol/L. Review sistematik yang terbaru dan meta-analysis of cohort studies pada non-diabetic participants juga mendapatkan adanya hubungan bertingkat antara ‘initial fasting’ dan ‘postprandial ‘ glucose level dan terjadinya cardiovascular events dalam 12 tahun ; hubungan ini tampak nyata pada subjek –subjek dengan glucose level dibawah ambang diabetik. Maka diduga meskipun glucose level masih dalam range nondiabetic tetapi ternyata masih ada hubungannya dengan peningkatan risiko penyakit penyakit makrovaskular, dan risiko penyakit kardiovaskular itulah yang dianggap risiko dari prediabetes.Pada penelitian epidemiologi memakai data dari US Third National Survey (NHANES III) tahun 2000 ,memperkirakan 22,6% orang dewasa overweight berumur antara 45 tahun sampai 74 tahun menderita prediabetes.Dari survey tersebut , didapat bahwa prevalensi (keseringan) “cardiovascular risk factors” ternyata tinggi pada individu prediabetik: 94,9% menderita dyslipidemia, 56,5% menderita hipertensi, 13,9% menderita mikroalbuminuria, dan 16,6% adalah perokok aktif. Individu prediabetik, khususnya insulin resistant subjects, juga menunjukkan adanya peningkatan profile proinflamasi, disampaing cardiovascular risk factors conventional lain seperti obesitas, hipertensi, dan dyslipidemia. Oleh karena itu disamping diabetes type-2, prediabetik sekarang merupakan target potensial pada pencegahan penyakit-penyakit kardiovaskular.


Keadaan Prediabetik.

Keadaan prediabetik, ditandai dengan suatu gangguan regulasi glukosa pada tubuh, ditunjukkan dengan konsentrasi plasma glukosa yang nyata-nyata diatas normal tetapi belum memenuhi kriteia diagnosa diabetes mellitus. gangguan pada homeostasis glukosa dapat diklasifikasikan menjadi 3 subkategori, yaitu:
1. IFG (Impaired Fasting Glucose);
2. IGT (Impaired Glucose Tolerance); dan
3. Kombinasi IFG dan IGT.
Isolated IFG (hanya IFG saja), didefinisikan sebagi fasting plasma glucose level 6,1 sampai 6,9 mmol/L (110 -126 mg/dL), terjadi baik disebabkan ketidak mampuan tubuh menjaga sekresi basal insulin yang mencukupi, atau penurunan sensitifitas insulin di hepar, yang mengakibatkan peningkatan output glukosa hati. IGT, didiagnosa bilamana glukosa plasma antara 7,8 dan 11,0 mmol/L (140 – 200 mg/dL) 2 jam sesudah mendapat 75 gram beban glukosa, terutama dihubungkan dengan ‘peripheral insulin resistance’ khususnya pada level otot skeletal, tempat penyimpan utama glukosa postprandial. Insulin resistance adalah keadaan fisiologis dimana produksi insulin dalam jumlah normal mendapat respons fisiologis yang subnormal. Dipercaya bahwa keadaan tersebut merupakan gangguan metabolik yang paling awal muncul. -cell pancreas normal-nya akan berkompensasi mengatasi keadaan insulin resistance tersebut dengan meningktakan sekresi basal dan postprandial dari insulin. Tetapi setelah beberapa waktu, pancreas gagal dalam memepertahankan sekresi compensatory hyperinsulinemia tersebut, yang akan memperburuk glucose homeostasis dan berkembang menjadi glucose intolerance atau diabetes dini.

Insulin resistance dianggap sebagai salah satu faktor penting yang berhubungan dengan penyakit-penyakit kardiovaskular,bersama dengan kelainan metabolik dan kelainan kardiovaskular lainnya seperti obesitas abdominal, dyslipidemia, peningkatan tekanan darah dan juga keadaan prothrombotic dan keadaan proinflamasi,yang kesemuanya bersama sama disebut sebagai “metabolic syndrome”.

Insulin resistance ikut ambil bagian dalam proses atherogenesis dengan berbagai mekanisme. Hiperinsulinemia yang diinduksi oleh insulin resistance menyebabkan peningkatan kadar circulating FFA (Free Fatty Acid)/asam lemak bebas,yang akan melibatkan sintesa partikel-partikel VLDL (Very Low Density Lipoprotein).Peningkatan level partikle VLDL mempercepat penghantaran cholesterol ke plak aterosklerotik. Juga insulin resisten akan berakibat hiperglikemia kronik, yang akan menyebabkan pembentukan advanced glycation end-products (AGEs), yang mana pada gilirannya akan memodifikasi apolipoprotein B, suatu komponen LDL kolesterol. Keadaan tersebut akan mengurangi afinitas partikel LDL kepada reseptornya di-hepar. Meningkatnya half-life modified LDL particles (lebih kecil dan lebih padat)selanjutnya membuat bahan tersebut lebih sering mengalami oksidasi dan kemudian diambil oleh scavenger receptors di makrophage pada dinding pembuluh darah.,dan ambil bagian pada proses pembentukan plak aterosklerotik. Insulin resistance pada level jaringan lemak (adipose tissues) berakibat peningkatan rate adipolysis dan berarti meningkatkan level circulating NEFAs (Nonesterified free fatty acids), zat ini akan lebih meningkatkan perkembangan hiperglikemia lebih lanjut (lewat pengurangan uptake glukosa hepar dan otot skeletal, dan peningkatan glukoneogenesis), dan meningkatkan pembentukan triglyceride yang kaya akan VLDL. NEFAs juga merupakan bahan yang toksik terhadap pankreas, penghantaran NEFAs berlebihan dan kronik pada  cell pancreas merusak sekresi insulin, menunjang perkembangan diabetes type 2 pada pasien prediabetik yang susceptible (rentan).

Obesitas juga dikenal dapat meng-induksi dan meng-eksaserbasi insulin resis-tance. Akumulasi lemak tubuh baru-baru ini diketahui sebagai faktor penting yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. berbagai penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa akumulasi fat visceral lebih berhubungan erat dengan terjadinya diabetes dan penyakit arteri koroner dibandingkat dengan peripheral fat depots (gluteal/subcutaneous). Pada penelitian terbaru yang melibatakan 271 orang Jepang (IGT, n=123; control=148), peningkatan visceral fat berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan triglycerida serum, dan memperburuk insulin resistace. Central adipocytes dipercaya sebagai sumber utama dari cytokines seperti IL-6, TNF- dan PAI-1, yangmerupakan mediator proinflamasi dari atherosclerosis.

Faktor lain yang penting dalam meng-antarai proses atherosclerosis adalah aktivasi respons inflamasi subklinik(activation of subclinical inflamatory response) yang ada hubungannya dengan insulin resistance. The Insulin resistance Atherosclerosis Study (IRAS) mendapatkan bahwa insulin resistance, yang ditentukan dengan berbagai sample intravenous glucose tolerance test (FSIGT), ternyata secara signifikan ada hubungan dengan tingginya level inflamatory markers, seperti C-reactive protein (CRP), fibrinogen dan PAI-1. Potensial mechanisms yang dapat menjelaskan hubungan antara inflamasi kronik dan insulin resistance, antara lain hypersekresi proinflamatory cytokines (e.g. IL-6, TNF-) dari jaringan lemak (adipose tissues), dan peningkatan sintesa hepatic inflamatory protein yang tak teratasi, sebagai akibat dari menurunnya insulin sensitivity di hepar (hepatic tissues).

Insulin resistance disebabkan oleh defect pada insulin signal transduction process. Penghambatan pada insulin signalling dapat terjadi baik pada tingkat insulin reseptor, maupun pada tingkat dibawahnya, postreceptor site. Berbagai abnormalitas pada signal transduction mechanisms yang terjadi pada patogenesis dari insulin resistance seperti perubahan pada insulin receptor auto-phosphorylation, penurunan tyrosinekinase activities, penurunan yang nyata dari ekspresi insulin receptor substrate (IRS-1) (docking proteins regulating the insulin signal) dan defects pada ekspresi dan/atau aktivasi dari glucose transport molecules (GLUT4) pada otot skeletal.

Insulin resistance juga berhubungan erat dengan obesitas.Sel-sel lemak (adipocytes) meng-ekspresi dan mensekresi berbagai peptide hormones dan cytokines seperti TNF- dan leptin. Peningkatan kadar TNF- pada individu obese menghambat lipogenesis dan meningkatkan lipolysis, yang mana akan meningkat kadar circulating FFA. Peningkatan kadar FFA merusak kemampuan insulin menekan hepatic glucose output, menyebabkan defect pada tingkat muscle glucose uptake, dan meng-induksi apoptosis dari -cells pancreas, yang akhirnya berakibat pada percepatan terjadinya overt diabetes. TNF- signalling dan peningkatan kadar FFA juga secara langsung menghambat cellular insulin signalling mechanism, sebagian melalui serine phosphorylation dari IRS-1, yangmenyebabkan penurunan ekspresi dari molekul GLUT4 dan, selanjutnya akan menrunkan glucose uptake diperifer.

Leprin deficiency merupakan faktor penunjang yang lain pada terjadinya insulin resistance. Leptin, suatu adipocyte derived peptide hormone, mempunyai efek sensitisasi insulin central dan perifer (centrl and peripher insulin sensitizing effect). Penelitian terbaru, menunjukkan bahwa Q223R polymorphism pada leptin receptor gene ada hubungannya dengan insulin resistance pada normotensive nondiabetic subjects.

Faktor penting lain yang me-mediasi insulin resistance ialah peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-), suatu adipocyte predominat transcription factor yang me-regulasi genes yang terlibat dalam glucose dan lipid homeostasis. Pasien-pasien yang predominant-negative mutation pada PPAR- gene menunjukkan insulin resistance dan hyperglycemia. banyak sekali bukti-bukti yang menghubungkan faktor transkripsi ini dengan insulin resistance yang disimpulkan dari observasi tidak langsung dari efek PPAR- agonists dalam perbaikan glycemic profiles dan tanda-tanda lain dari metabolic syndrome pada pasien diabetes type2. PPAR- synthetic agonist (thiazolidinediones [TZDs]) memperbaiki glucose homeostasis dengan secara langsung mengaktivasi genes dari glucose-sensing apparatus di hepar dan di -cell pancreas, dan juga menurunkan kadar circulaing FFA di plasma.

Selain faktor-faktor cellular, insulin resistance juga ada hubungannya dengan proses pe-nua-an (ageing dan sedentary lifestyle). Disamping itu kerentanan terhadap insulin resistence sendiri merupakan akibat dari complex pattern of inheritance (faktor keturunan). Pada era preventive medicine, maka population at risk untuk terkena diabetes dan komplikasi kardiovaskular yang berhubungan merupan wilayah baru untuk riset. Diantara high risk groups tersebut adalah individu-individu yang secara genetik mempunyai predispose terhadap diabetes mellitus type 2 seperti, first degree relatives of type 2 diabetic patients (FDRs). FDRs mempunya 40% lifetime risk untuk menjadi diabetes mellitus, dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan individu-individu tanpa riwayat penyakit keluarga diabetes type 2. Mereka ditandai dengan mengalai insulin resistance, mengalami gangguan first phase insulin secretion, visceral obesity, peningkatan tekanan darah sistolik, dislipidemia ( kadar HDL-cholesterol rendah, kadar triglyceride tinggi, kadar LDL-cholesterol tinggi), berkurangnya aerobic fitness, dan mengalami dysfungsi endotel, kesemua tanda tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama akan menunjang terjadinya percepatan terjadinya atherosclerosis. Juga, pasien glucose-tolerant dengan genetic predisposition terhadap diabetes type 2, akan menunjukkan peningkatan ketebalan intima-media arteri carotis communis, suatu surrogate marker untuk coronary atherosclerosis. Mengingat substantial risk untuk terjadinya diabetes dan penyakit kardiovaskular,maka lebih ditekankan untuk me-manage secara holistik pasien-pasien prediabetes dan pada mereka-mereka yang secara genetik mempunyai predispose terhadap diabetes type 2, guna mengurangi beban ekonomi dan beban medik yang diakibatkan penyakit tersebut.


Therapeutic Interventions in Prediabetic Population.

Data terbaru menunjukkan bahwa insulin resistance dan komponen metabolic syndrome lain dapat saling berhubungan. Ber-sama2 mereka ambil bagian dalam mempercepat proses perkembangan atherosclerosis dan komplikasi vaskular. Sehingga, setiap intervensi pada populasi prediabetes yang menghilangkan insulin resistance , melindungi -cell pancreas dan memperbaiki komponen lain dari metabolic syndrome akan sangat mengurangi risiko terjadinya diabetes dan penyakit-penyakit kardiovaskular.Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa onset diabetes pada individu IGT dapat dihambat atau dicegah melalui baik intervensi obat-obatan maupun perubahan gaya hidup/lifestyle. Panduan managemen terbaru untuk setiap komponen insulin resistance syndrome menekankan pada lifestyle modification (pengurangan berat badan dan aktifitas fisik) sebagai first line therapy. Tetapi juga dibutuhkan terapi obat sebagai pelengkap pada banyak pasien prediabetik guna mencapai dan memelihara tujuan terapi


Manfaat dari Lifestyle Interventions pada Populasi Prediabetik

Latihan fisik memberikan manfaat, baik yang segera (immediate) maupun jangka panjang(long term) dalam pengaturan glukosa plasma didalam tubuh. Efek “segera” dari dari latihan(exercise) dalam pengaturan gula darah mungkin disebabkan oleh aktivitas kontraksi dari otot rangka, yang mana akan mempercepat peripheral glucose uptake melalui aktivasi glucose transport protein GLUT4. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa segera setelah satu ronde exercise,kadar membrane GLUT4 protein plasma pada otot vastus lateralis pasien diabetes type 2 meningkat sampai 74% ±20% dari baseline (kadar awal), serupa pada peningkatan yang terjadi postexercise pada individu nondiabetik (71%±18%). Hughes et al menunjukkan peningkatan 24% glycogen otot skeletal dan peningkatan 60% konsentrasi GLUT4 pada pasien IGT setelah 12 minggu exercise training dengan 70% subjects’ heart rate reserve. Demikian juga, 24 jam setelah suatu session tunggal exercise pada pasien diabetes type 2, terdapat peningkatan yang signifikan dari receptor’s tyrosine phosphorylation dan IRS-1 protein pada otot skeletal. Hal ini mungkin juga ambil bagian pada peningkatan translokasi dan aktivasi protein GLUT4, yang akan lebih meng-efisien-kan peripheral glucose uptake.

Diluar dari sifat pengubahan insulin signalling pathway, aktivitas fisik reguler juga meberi keuntungan fisiologis yang lain seperti, peningkatan cardiac output, pengaturan tekanan darah dan pengaturan fungsi endotel yang lebih baik,, juga menormalkan lipid profile. Exercise conditioning juga memberi efek anti thrombotic dengan menurunkan kadar plasma fibrinogen dan fibrinocetin pada diabetes type 2. Indikasi pemberian terapi exercise pada pasien diabetes diperkuat oleh fakta bahwa low cardiorespiratory fitness dan physical inactivity adala independent predictors dari semua penyebab mortalitas pada pasien diabetes mellitus type 2. Telah ditunjukkan bahwa pasien-pasien diabetes dengan low fitness mempunyai peningkatan mortalitas 2,1 kali dibandingkan dengan pasien diabetes yang “fit”secara aerobik. Dikarenakan banyak cardiovascular risk factors memang sudah sering ada pada pasien prediabetes,maka simple and appropriate lifestyle modifications sangat dianjurkan pada pasien dari subgroup ini, sebagai bagian dari strategi pencegahan dan penghambatan onset diabetes mellitus type 2 beserta konsekwensi metaboliknya.

Terdapat tiga trial besar, randomized and controlled trial pada “intensive lifestyle intervention” pada populasi prediabetik yang pantas diperhatikan : the Chinese Da Qing IGT and Diabetes Study, The Finnish Diabetes Prevention Study (FDPS) dan the American Diabetes Prevention Program (DPP). Pada penelitian Da Qing yang dilakukan pada 1996, dengan total 530 subjects dengan IGT yang dengan sukses di follow up selama periode 6 tahun mengikuti perkembangan menjadi diabetes type 2. Subjek secara acak baik controle group atau satu dari tiga lifestyle intervention groups: Diet, exercise, dan diet plus exercise. Insidens kumulatif diabetes selama 6 tahun adalah berturut-turut, 67,7% pada control group, dibandingkan dengan 43,8% pada diet group, 41,1% pada exercise group dan 46% risk reduction pada diabetes.

Manfaat dari program aktifitas fisik dan penurunan berat badan dalam pencegahan diabetes kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh dua penelitian prospective besar. FDPS menunjukkan penurunan 58% dari kumulatif insidens diabetes pada intervention group (comprehensive dietary plan yang ditujukan kearah penurunan berat badan ≥ 5% , dan endurance exercise programme), dibandingkan dengan control group setelah follow up rata-rata 3,2 tahun.

Trial yang lebih baru,DPP clinical trial , yang lebih besar dan randomnized, membandingkan “efektifitas lifestyle modification” dengan “basic pharmacological interventions” pada 3.234 prediabetics US populations. Subjects secara acak dibagi pada 3 intervention arms: placebo; metformin (850 mg,2x sehari); dan intensive lifestyle modification programme dengan tujuan : minimal penurunan berat badan 7% dan 150 menit aktifitas fisik dalam seminggu. Peserta kemudian di-follow up selama rata-rata 2,8 tahun.Data menunjukkan efektifitas yang serupa dari diabetes prevention rate pada lifestyle intervention group dengan metformin group, dengan insidens diabetes 58% (lifestyle intervention group) , dan 31% (Metformin) lebih rendah dibandingkan dengan placebo group.

Dikarenakan obesitas telah terbukti mempunyai hubungan erat dengan insulin resistance dan diabetes type 2, maka telah di-hypothese kan bahwa dengan menambahkan “obat penurunan berat badan” pada puncak dari perubahan lifestyle dapat lebih menurunkan berat badan, dan makanya akan menurunkan insidens diabetes type 2 pada pasien obese. Masalah ini telah diselidiki oleh suatu double-blind, randomized, placebo controlled, prospective study , yang melibatkan 3.305 Swedish patients- the XENical in the Prevention on Diabetes in Obese Subjects (XENDOS) study. Pasien secara acak mendapatkan ‘lifestyle changes’ plus ‘baik orlistat (suatu gastro intestinal lipase inhibitor, dosis 120 mg) ‘atau ‘placebo’ 3x sehari. “Primary endpoints” adalah waktu munculnya onset diabetes type 2 dan perubahan berat badan. Setelah 4 tahun terapi, insidens kumulatif diabetes adalah 9% dengan placebo dan 6,2% dengan orlistat,berhubungan dengan penurunan risiko yang signifikan 37,7%. Mean weight loss setelah 4 tahun lebih besar pada pemakai orlistat (5,8 kg vs 3 kg dengan placebo).

Penelitian prospective,skala besar ini emnunjukkan kepatuhan pada lifestyle modification programme yang intensif, terkontrol, akan memberikan manfaat pada primary prevention diabetes type 2. Disamping pemberian obat guna menurunkan berat badan, ternyata secara signifikan menghambat atau mencegah onset diabetes mellitus, khususnya pada high risk obese individuals.


Peran Obat-obatan pada Pencegahan Primer Diabetes Type 2.

Metabolik syndrom merupakan kelainan yang terdiri dari banyak faktor, yang akan memerlukan pendekatan terapi yang terintegrasi ditujukan pada komponen-komponen dari sindrom tersebut guna mengurangi risiko terjadinya diabetes type 2 dan risiko penyakit kardiovaskular. Walaupun intervensi perubahan cara hidup (diet dan exercise) telah terbukti efektif dalam mencapai tujuan tersebut,tetapi ketaatan terhadap perubahan cara hidup yang drastis adalah sukar dan makanya banyak pasien-pasien prediabetic membutuhkan obat-obat sebagai pelengkap pada intervensi multifaktor tersebut. Pemakaian obat-obat-an pada “traditional cardiovascular risk factors” seperti hipertensi, obesitas, dislipidemia dan insulin resistance , yang merupakan bagian dari unsur-unsur metabolik sindrom,merupakan masalah penting pada pencegahan stroke dan penyakit arteri koroner pada individu prediabetik. Penelitian tentang peranan obat-obatan pada individu prediabetik sebelumnya ,terutama difokuskan pada 3 aspek:(1) Efek dari pengaturan gula darah pada pencegahan primer diabetes type 2; (2) efek insulin sensitization pada berbagai profile atherogenic dan metabolik dan (3). Efek dari terapi penurunan kadar lipid pada perlambatan proses atherosklerosis.

Obat Hipoglikemik Oral pada Pencegahan Diabetes.:

Telah ditunjukkan bahwa didapat kontrol gula darah yang adekwat pada pemakaian metformin, pada keadaan prediabetik berhasil menurunkan 31% risiko menjadi diabetes type 2 dibandingkan dengan placebo. Insulin resistance sering di refleksikan sebagai postprandial hiperglikemia akibat hilangnya “early insulin secretion”. Efektifitas regulator glukose sewaktu makan(meal-time glucose regulators) telah terbukti bermanfaat pada pencegahan overt hyperglycemia pada populasi prediabetik. Penelitian STOP-NIDDM menunjukkan bahwa acarbose, suatu -glucosidase inhibitor guna menurunkan hiperglikemia postprandial, memberi penurunan 31% risiko diabetes pada pasien-pasien IGT(n=1429). Penelitian tersebut kemudian diperluas untuk meng-evaluasi risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Didapat ,pengobatan dengan acarbose pada stadium prediabetik juga menurunkan 49% risiko relatif dan menurunkan 2,5% risiko absolut terjadinya penyakit kardiovaskular. Penelitian tersebut menyatakan bahwa untuk mencegah “satu” cardiovascular event pada 40 pasien IGT diperlukan terapi selama 3,3 tahun. Selanjutnya terapi acarbose juga berhasil memberi penurunan signifikan dari tekanan darah, dengan penurunan insidens 34% rrisiko relatif dan 5,3% risiko absolut pada kasus baru hipertensi.
Obat dari kelas lain yang secara selektif meningkatkan “early meal-time induced insulin secretion” adalah insulin secretagogues (e.g. nateglinide). Manfaat mengontrol secara intensif gula darah postprandial pada pencegahan diabetes type 2 dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular sedang diteliti pada trial NAVIGATOR (Nateglinide And Valsartan Outcome Research yang masih berlangsung. Penelitian ini akan merupakan penelitian pencegahan diabetes yang terbesar saat ini, melibatkan 7.500 IGT subjek, yang secara random dibagi menjadi 4 treatment arms: nateglinide (60 mg sebelum main meals) ,valsartan (160 mg /hari),kombinasi kedua obat tersebut atau placebo.Penelitian ini akan berlansung dalam 2 fase selama perkiraan waktu mendekati 6 tahun, dan hasilnya akan diumumkan pada tahun 2007.Penelitian fase pertama direncanakan menilai efek nateglinide dan valsartan pada terjadinya diabetes type 2 selama periode 3 tahun terhitung rekrutmen pasien terakhir, dan penelitian fase kedua akan menilai efek obat-obat an pada insidens cardiovascular events. Trial NAVIGATOR akan menentukan apakah perbaikan early phase insulin secretion dan perbaikan ‘insulin sensitivity “ akan melambatkan terjadinya diabetes type 2 dan mencegah penyakit kardivaskular pada ‘high risk prediabetic population’.


Insulin-sensitizing Agents in Diabetes Prevention.

Karena insulin resitance tampaknya merupakan suatu mekanisme penting pada patogenesis penyakit aterosklerosi, maka banyak riset-riset yang tertarik pada efek dari sensitisasi insulin pada profile aterogenik. Pusat perhatian saat ini pada TZDs, karena sifat insulin-sensitizing obat tersebut dipercaya memberi banyak manfaat pada mekanisme aterosklerosis. Data penelitian preklinik dan klinik sangat menjanjikan, menunjukkan efek kardioprotektif dari obat ini. TZDs (hanya rosiglitazone dan pioglitazone saat ini tersedia di-pasaran) merupaka suatu kelas obat antidiabetik oral yang mengkontrol hiperglikemia dengan secara langsung targetnya adala “insulin resistance”. TZDs secara langsung menurunkan insulin resistance dengan terikat pada dan mengaktivasi PPAR- pada jaringan insulin-sensitive, seperti jaringan lemak, ototo skeletal dan hepar. Selain sudah terbukti efektifitasnya dalam menurunkan gulah darah,data-data yang terbaru menunjukkan TZDs juga mengurangi sejumlah cardiovascular risk factors. Terapi rosiglitazone telah menunjukkan peningkatan HDL-kolesterol dan menurunkan proporsi partikel LDL kolesterol yang kecil dan padat dibanding dengan partikel LDL kolesterol lebih besar yang relatif kurang aterogenikTZDs juga mempunyai efek tambahan yaitu efek antihipertensi bilamana dipakai sebagai pelengkap pada obat hipertensi konvensional. Baik rosiglitazone maupun troglitazone telah dilaporkan dapat menurunkan ‘ambulatory diastolic blood pressure’ secara signifikan pada pasien diabetes type 2.

Selain itu, pengibatan dengan rosiglitazone menurunkan ekskresi albumin urine pada pasien diabetes type 2,menunjukan adanya efek protektif terhadap mikrovaskular. Sifat antiatherogenic dati TZDs selanjutnya ditegaskan oleh hasil hasil preklinik yang menunjukkan bahwa obat ini menekan ‘nuclear factor kappa B’ (NFB),suatu molekul yang meng-induksi inflamatory cytokines seperti monocyte chemoattractant protein-1, TNF, adhesion molecules and reactive oxygen species. Di klinik, rosiglitazone telah menunjukkan efektifitasnya dalam menurunkan konsentasi plasma CRP pada pasien diabetes. Disamping itu , pasien diabetik yang diobati dengan pioglitazone menunjukkan penurunan signifikan ketebalan intima-media arteri carotis. Pada penelitian preklinik lain troglitazone menghambat aktifitas ‘matrix-degrading metalloproteinase-9 (MMP-9)’ pada monocyte dan macrophage manusia ,sehingga membantu men-stabil-kan plak ateroskelrotik. Pada pasien diabetes type 2, penambahan rosiglitazone pada terapi sulfonilurea memebrikan penurunan aktifitas PAI-1 sebanyak 34% dibandingkan dengan terapi sulfonilurea sendirian. TZDs juga menghambat ekspresi molekul adhesi yang di-induksi oleh oxidized LDL, seperti intercellular adhesion molecule 1 (ICAM-!), E-selectin dan vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM-1), sehingga me-minimal-kan penetrasi leukosit kedalam lapisan endotel dan mengurangi pembentukan plak aterosklerotik. TZDs juga dapat mengatasi masalah ‘central obesity’ yang merupakan suatu ‘integral characteristic’ dari metabolik sindrom. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa TZDs meng-induksi redistribusi fat dari central compartment ke perifer, sehingga mengurangi atherogenisitas yang disebabkan oleh akumilasi ‘visceral fat’ di tubuh.

Singkatnya, data riset telah menunjukkan bahwa TZDs merupakan group obat yang sangat bernilai dalam memperbaiki ‘atherogenic profile’ dan merupakan salah satu pendekatan terapi pada diabetes mellitus type 2. tetapi, masih terdapat kekurangan ukti dari prospective clinical study pada efeknya dalam mengurangi risiko penyakit kardiovaskular pada keadaan prediabetik. Maka ,indikasi pemakaian obat ini pada pasien prediabetik dalam pencegahan atherogenesis dan diabetes masih belum jelas, dan masih membutuhkan penelitian jangka panjang . Suatu prospective clinical study yang sedang berlangsung yang menelti issue tersebut adalah DREAM trial (Diabetes Reduction Approaches with ramipril and rosiglitazone Medications. Penelitian 3 tahun ini melibatkan 4000 pasien IGT. Tujuan utama penelitian ini adalah meng-evaluasi efektifitas rosiglitazone dalam memperbaiki insulin sensitivity, dan juga menentukan apakah rosiglitazone atau ramipril, sebagai monoterapi atau dalam kombinasi dapat menunda atau mencegah terjadinya diabetes type 2 pada ‘high risk patients’ Secondary endpoints adalah microvascular endpoints dan banyaknya penyakit ardiovascular endpoints seperti insidens miokard infark (Q-wave MI,non-Q wave MI dan silent MI), cardiovascular death atau revascularization dan congestive heart failure. Hasil penelitian diharapkan diumumkan pada tahun 2006. Hasil dari penelitian yang besar ini diharapkan secara dramatis mengubah pendekatan terapi pada populasi prediabetik.

Lipid-lowering Therapy for Prevention of Diabetes and Atherosclerosis.

Pasien-pasien prediabetik dengan sindrome insulin resistance menunjukkan karakteristik dilipidemia, dimana partikel LDL kolesterol yang lebih kecil dan lebih aterogenik, triglyceride tinggi dan HDL-kolesterol rendah. Terdapat data yang representatif yang emnunjukkan manfaat dari terapi penurunan lemak pada pencegahan coronary events pasien diabetes type 2. Statins (3-hydroxy-3- methylg;utaryl coenzime A reductase inhibitors) merupakan suatu group obat penurun kadar lemak yang diteliti untuk efek kardioprotektifnya. Manfaat dari statins dapat disebabkan tidak hanya kemampuannya menurunkan kadar kolesterol yang memperbaiki lipid profiles, tetapi juga kerja vascular modulatory dan kerja anti-inflamasinya yang tidak ada hubungannya dengan efek penurunan kolesterol –nya. Terapi dengan statins telah menunjukkan efek memperbaiki fungsi endotel, menurunkan proinflamatory cytokines dan menghambat agregasi dan adhesi platelet.The Heart Protection Study (HPS) menunjukkan penurunan 26% ‘first major vascular event’ pada pasien diabetes tanpa riwayat penyakit koroner setelah 5 tahun dengan terapi 40 mg simvastati tiap hari. Baru-baru ini perhatian dipusatkan pada manfaat statin sebelum onset diabetes type 2. Penelitia baru-baru ini oleh Economides et al telah menunjukkan bahwa terapi jangka pendek (12 minggu) dengan 20 mg atorvastatin tiap hari memperbaiki fungsi endotel (meningkatkan flow-mediated dilation dari 6,6% ke 7,2%, p<0,05) dan menurunkan kadar vascular inflamatory markers seperti CRP (dari 0,24 menjadi 0,12 mg/dL) dan TNF-dari 4,4 menjadi 2,6 pg/mL) pada subjek yang berisiko menjadi diabetes type 2. Group kami juga mengalami hasil yang serupa: kami mendapatkan perbaikan yang signifikan dari endothelial dependent vasodilatation pada populasi FDR yang lebih muda, normotensif, normoglikemik setelah hanya 4 minggu terapi dengan atorvastatin (80mg). Hasil hasil ini menambah dukungan terhadap pemakain statins pada populasi prediabetik diluar manfaat “lipid lowering”nya.

Kesimpulan.

Prediabetes adalah suatu “intermediate stage” antara normal glucose homeostasis dan overt type diabetes. Populasi prediabetik merupakan target baru pada pencegahan primer diabetes type 2 beserta serangkaian abnormalitas kardiovaskular yang ada hubungannya yang dikenal sebagai “metabolic syndrome” Insulin resistance, merupakan bagian integral dari sindrome tersebut,telah dianggap suatu mekanisme penting dalam proses terbentuknya berbagai abnormalitas metabolik dan vaskular, sebagai perantara pada proses aatherosclerosis dan difungsi kardiovaskular lain. Skrining dini terhadap prediabetes, diikuti intervensi terapeutik yang memadai, dapat memberi manfaat besar pada pencegahan diabetes type 2 dan penyakit-penyakit kardiovaskular. Intervensi “lifestyle” saat ini direkomendasikan sebagai “first line therapy” pada managemen individu prediabetik insulin resiteance , berdasar pada banyaknya bukti-bukti yang didapat berbagai prospective clinical trial. Disamping itu , kontrol gula darah yang intensif dengan obat hypoglikemik oral konvensional atau obat insulin sensitizer terbaru dapat memberi manfaat pada pencegahan diabetes type 2 beserta komplikasi kardiocaskularnya. Juga terdapat data yang menjanjikan , yang emnunjukkan adanya efek kardioprotektif dari obat penurun lemak seperti statins, dan hal ini mungkin memberi dasar indikasi mendatang pada pasien prediabetik. Hasil-hasil dari penelitian prospektif dan besar yang sedang berlangsung mungkin akan mengubah pendekatan management pada individu-individu berisiko tinggi berkembang menjadi diabetes type 2.

0 comments:

Post a Comment