Definisi
Suatu infeksi akut pada paru – paru yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung / mulut).
Klasifikasi
♣ Berdasarkan atas anatomi :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia)
3. Pneumonia interstisialis (Bronchiolitis)
♣ Berdasarkan etiologi
1. Bakteri
a. Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh penumokokus 1 – 8 (pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
2. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
3. Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan cairan amnion, benda asing.
4. Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahatn di tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah – ubah posisi tidurnya.
5. Jamur
H. Capsulatum. Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis.
6. Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu :
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
Gejala Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 400 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang – kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula – mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium awal sukar dibuat diagnosis dengan beberapa pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung mulut, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung dari luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada auskultasi terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
Pemeriksaan Fisik
Pada stadium awal sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar mulut harus dipikirkan kemungkinan penumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung dari luas daerah terkena pada perkusi ; toraks sering tidak ditemukan kelainan ; pada auskultasi ditemukan nafas vesikuler melemah, juga terdapat ronkhi basah halus / sedang dan nyaring. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar redup dan suara pernafasan pada auskultasi mengeras. Pada stadium resolusi ronkhi dapat terdengar lagi dan biasanya tanpa pengobatan, penyembuhan dapat terjadi 2 – 3 minggu.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Rutin
Leukositosis biasanya 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi.
2. Pemeriksaan Rontgen Toraks
- Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis dan OMA
- Luas daerah paru yang terkena
- Evaluasi pengobatan
Pada bronkopneumonia bercak – bercak infiltrat ditemukan pada 1 atau beberapa lobus.
3. Biakan Darah dan Usapan Tenggorok
Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparat langsung. Biakan danresistensi dapat menentukan atau mencari etiologi. Tapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar dilakukan. Pada fungsi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar.
4. Astrup (analisa gas darah)
Diagnosis Banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis. Penyakit ini dapat dibedakan dari Bronkiolitis pada klinis, di mana pada bronkopneumoni terdapat kenaikan suhu yang mendadak, sedangkan pada bronkiolitis tidak ada kenaikan suhu yang berarti atau subfebril. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama makin hebat, pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi (“ wheezing ”). Ronkhi nyaring halus kadang – kadang terdengar pada akhir ekspirium atau pada permulaan ekspirium. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Foto rontgen toraks menunjukkan paru – paru dalam keadaan hiperaerasi dan diameter antero – posterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak – bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau radang. Pada laboratorium pada bronkopneumonia, gambaran darah terdapat leukositosis sedangkan pada bronkiolitis gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasopfaring menunjukkan flora bakteri normal.
Keadaan yang menyerupau pneumonia ialah :
- Bronkiolitis
- Gagal jantung
- Apsirasi benda asing
- Atelektasis
- Abses paru
- Tuberkulosis
Komplikasi
Dengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, lompliasi lain ialah seperti Meningitis, Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.
Pengobatan dan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berupa tirah baring (bed rest). Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung tidak selalu dapat dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000/kgbb/hari dan ditambah dengan Chloramphenikol 50 – 75 mg/kgbb/hari atau dapat diberikan antibiotika spektrum luas Ampisilin dosis 50 – 100 mg/kgbb/hari tiap 6 jam. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4 – 5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukosa 5 % dan NaCl 0,9 % dalam perbandingan 3 : 1, ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak – 5 Meq. Antipiretik diberikan bila ada panas.
Prognosis
Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
0 comments:
Post a Comment